Minggu, 05 Mei 2013

05.28.00 - No comments

LOGIKA PERANTARA (bag.1): Logika ala ‘Amr Bin Luhay

 Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az Zumaar (39) : 3)
Ayat yang mulia diatas telah menjelaskan kita bahwasanya mereka yang mengambil sesembahan selain Allah menyebut bahwa mereka tak lain hanya supaya
lebih dekat dengan Allah yaitu dengan mengkultuskan mereka orang-orang yang dianggap dekat dengan Allah sehingga otomatis jika dekat pengkultusan mereka kepada perantara mereka maka semakin dekat dengan Allah. Kemudian logika tersebut oleh ustadz Salim A. Fillah menyebutnya “Logika Perantara”
Bicara soal logika ini tak lepas dari latarbelakang munculnya logika ini. Lalu bagaimana logika ini berkembang ?
Jika kita buka kembali shirah nabawiyah maka akan ditemukan nama ‘Amr bin Luhay. Siapa dia? Dia adalah seorang yang dianggap ‘alim besar dan tokoh berpengaruh oleh bangsa arab sebelum jauh kelahiran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu ia mengadakan suatu perjalannya ke Syam, negeri teladan kemajuan saat itu. Dari Makkah ke Syam, ibarat dari desa terpencil (kampungan) ke suatu kota peradaban. Oleh karena tujuan mengambil model kemajuan ia menyoroti penduduk negeri tersebut yang menyembah berhala. Sekali lagi simple saja tanpa pikir panjang, negeri Syam yang dianggap model negeri kemajuan dan disitu banyak diturunkan para Nabi Allah yang mulia maka ia langsung bisa menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah suatu jalan kebenaran, jalan perantara menuju Allah.
Kemudian ia pulang kembali membawa oleh-oleh mulia nan suci –menurutnya saat itu- sebagai kunci kemajuan untuk negerinya Makkah. Ia membawa sebuah berhala, Hubal namanya. Hubal sebagai fisik berhala dan pemikiran logika perantara-kemusyrikan- sebagai instalan batinnya.
Sebagaimana kita tahu diatas seorang ‘Amr bin Luhay ini adalah seorang tokoh berpengaruh dan ‘alimnya orang-orang Makkah maka dengan mudah berhala dan pemikirannya diterima. Akhirnya terkotorilah sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Tidak berhenti sampai disini, karena Makkah dan penduduknya adalah ikon kesucian ajaran Nabi Ibrahim dan keluarganya maka dengan otomatis logika perantara tersebut menyebar secara MLM ke seluruh pelosok dataran Arab hingga ke Yaman. Maka akhirnya muncullah berhala-berhala perantara menyembah kepada Allah. Manat di Musyallal –tepian Laut Merah-, Lataa di Thaif, dan ‘Uzza di Wady Nakhlah. (refreshing sedikit ya, saat sekolah dasar dulu kita sudah mengenal nama ketiga berhala tersebut, nama-nama tersebut diambil dari nama-nama orang-orang yang shalih dalam legenda penduduk setempat).
Meneliti lebih jauh lagi, ‘Amr bin Luhay menemukan berhala-berhala yang diduga peninggalan kaum Nabi Nuh yang ingkar. Ia menemukan berhala Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr-sekali lagi nama-nama tersebut adalah potret nama-nama orang shalih- . Lalu berhala-berhala itu dibawanya untuk menjadikan “sesembahan perantara”. Dengan prestasinya tersebut ia membangun system sebagai pembaharu agama. Thawaf kepada berhala, bersujud memohon kepadanya, berhaji, berkorban, bernadzar, dan berbagai ritual-ritual bodoh menjijikkan, yang saat itu diagungkan oleh masyakat tersebut.
Uniknya apa yang dibawanya hanya berpengaruh dalam sistem kepercayaan saja tanpa menyentuh kemajuan teknologi di negeri Makkah dan sekitarnya. Ya… hanya dapat dari pajak-pajak dari tiap musim ritual oleh para peziarah. Lalu bagaimana dengan negeri kita? Apakah kita juga menggunakan system ala ‘Amr bin Luhay? Kita bahas nanti saja.

0 komentar:

Posting Komentar