Jumat, 02 Mei 2014

21.53.00 - No comments

Mata Air Keluhuran

Galau benar hati sang raja. Putera mahkotanya ternyata seorang pemuda pemalas. Apatis. Talenta raja-raja tidak terlihat dalam pribadinya. Suatu saat sang raja menemukan cara mengubah pribadi puteranya: the power of love.

Sang raja mendatangkan gadis-gadis cantik ke istananya. Istana pun seketika berubah jadi taman: semua bunga mekar di sana. Dan terjadilah itu. Sesuatu yang memang ia harapkan: puteranya jatuh cinta pada salah seorang di antara mereka. Tapi kepada gadis itu sang raja berpesan, “Kalau puteraku menyatakan cinta padamu, bilang padanya, “Aku tidak cocok untukmu. Aku hanya cocok untuk seorang raja atau seseorang yang berbakat jadi raja.”

Benar saja. Putera mahkota itu seketika tertantang. Maka ia pun belajar. Ia mempelajari segala hal yang harus diketahui seorang raja. Ia melatih dirinya untuk menjadi raja. Dan seketika talenta raja-raja meledak dalam dirinya. Ia bisa, ternyata! Tapi karena cinta! Cinta telah bekerja dalam jiwa anak muda itu secara sempurna. Selalu begitu: menggali tanah jiwa manusia, sampai dalam, dan terus ke dalam, sampai bertemu mata air keluhurannya. Maka meledaklah potensi kebaikan dan keluhuran dalam dirinya. Dan mengalirlah dari mata air keluhuran itu sungai-sungai kebaikan kepada semua yang ada di sekelilingnya. Deras. Sederas arus sungai yang membanjir, desak mendesak menuju muara. Cinta menciptakan perbaikan watak dan penghalusan jiwa. Cinta memanusiakan manusia dan mendorong kita memperlakukan manusia dengan etika kemanusiaan yang tinggi.

Jatuh cinta adalah peristiwa paling penting dalam sejarah kepribadian kita. Cinta, kata Quddamah, mengubah seorang pengecut menjadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut.Kalau cinta kepada Allah membuat kita mampu memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada manusia atau hewan atau tumbuhan atau apa saja, mendorong kita mempersembahkan semua kebaikan yang diperlukan orang atau binatang atau tanaman yang kita cintai. Jatuh cinta membuat kita mau merendah, tapi sekatigus bertekad penuh untuk menjadi lebih terhormat.

Cobalah simak cerita cinta Letnan Jenderai Purnawirawan Yunus Yosfiah, yang suatu saat ia tuturkan pada saya dan beberapa kawan lain. Ketika calon istrinya menyatakan bersedia hijrah dari Katolik menuju Islam, ia tergetar hebat. “Kalau cinta telah mengantar hidayah pada calon istrinya,” katanya membatin, “seharusnya atas nama cinta ia mempersembahkan sesuatu yang istimewa padanya.”
Ia sedang bertugas di Timor Timur saat itu. Maka ia berjanji, “Besok aku akan berangkat untuk sebuah operasi. Aku berharap bisa mempersembahkan kepala dedengkot Fretilin untukmu.” Tiga hari kemudian, janji itu ia bayar lunas!

Gampang saja memahaminya. Keluhuran selalu lahir dari mata air cinta. Sebab, “cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintainya,” kata Ibnul Qoyyim.

Serial Cinta Ke-5, Ust. Anis Matta

Menghadapi Siklus Kesuksesan dan Kegagalan

Dalam hidup sering kali kita ditujukan ke dalam dua pilihan yang sulit. Bahkan lebih ekstrim sering disebut dengan buah simalakama. Namun, disisi lain dalam hidup pula suatu kalimat indah mengajarkan kita bahwa setiap insan yang sukses ialah yang bijak mengambil suatu keputusan dalam dualisme pilihan yang sulit dan berani mempertanggungjawabkannya.

Pada hakikatnya kesuksesan yang kita peroleh adalah nikmat pemberian Allah ta’aalaa, sebagaimana firman-Nya,

“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,” (Terjemah QS. Al Kahfi : 84)

Sepakat ya? Jadi jangan semata-mata berfikir seperti Qarun ya bahwa semuanya berkat usaha diri sendiri.

Sebenarnya kesuksesan dan kegagalan adalah hal yang berulang dan itu hal yang biasa. Allah sering memberi kita pelajaran pada kisah-kisah dalam alQuran, bahkan tidak sedikit kisah itu diulang-ulang. Senang, sedih, sukses, gagal, bangsa yang dimuliakan, bangsa yang dihinakan, dan lain-lain. Dan inilah sebenarnya kisah dan keadaaan yang selalu berulang akan menjawab sebuah siklus kesuksesan dan kegagalan.

Secara manusiawi, orang yang akan sukses maka akan bertanya kepada orang yang pernah sukses. Orang yang gagal akan bertanya kepada orang yang sukses juga atau orang yang pernah mengalami hal yang sama namun mampu bangkit. Ya, orang yang berpengalaman biasanya menjadi tempat konsultasi permasalahan.

Allah sudah memberi jawaban semua dari siklus dua sisi yang berlawwanan ini melalui kisah-kisah. Maka tidak heran bahwa kisah membuat orang akan lebih bijak. Maka Masyaaallaah ta’aalaa, Ya Rabb Yang Maha Bijaksana.

Islam mengajarkan sebuah ideologi yang sempurna sebagai sebuah ideologi proses dan kesuksesan, hingga menghadapi kegagalan. Sebuah nasihat yang sangat bijaksana dari Sayyidina Umar bin Kaththab radhiyallaahu ‘anhu,

Aku tidak bahagia dengan kesuksesan yang tidak aku rencanakan dan aku tidak menyesal dengan sesuatu yang sudah direncanakan disertai usaha yang maksimal kemudian tidak berhasil.

Mengajarkan bahwa usaha dan kesuksesan adalah penting. Merencanakan takdir untuk sukses dengan membuat perencanaan-perencanaan sebab akibat yaitu dengan (perhitungan yang matang) juga merencanakan menghadapi kegagalan yang tentunya bukan untuk gagal yaitu untuk memperbaiki dan bangkit dari kegagalan. Bahkan bisa dibilang merencanakan kegagalan adalah sesuai pertimbangan bahwa suatu ketika kita tahu akan gagal dengan hal yang tidak bisa kita elakkan, yaitu kegagalan yang harus benar-benar dialami. Sehingga ideology sukses akan mengatakan “Saya tahu akan jatuh maka saya akan (mengalami) jatuh namun saya (tahu) merencanakan untuk bangkit”.

Jadi masih berfikir bahwa ideology ‘kita’ adalah ideology proses saja? Dan masihkah mau berputus asa ketika gagal?
Hadapilah siklus kesuksesan dan kegagalan dengan iman. :)

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq:2-3).

Satu Doa Seribu Pertolongan

Jum’at, 18 April 2014. Sebuah doa seribu pertolongan saya rasa sangat cocok untuk mengawali sebuah perjalanan saya saat menuju SDPW PII di Kendal. Mengapa saya tulis? Paling tidak inilah salah satu wujud syukur saya dengan menyebut-nyebutnya,

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)

Alkisah seorang pemuda yang dilema untuk berangkat SDPW atau tidak. Tidak ada komunikasi HP, yang ada cuma nama lokasi dan sebatas arahan kecil menuju lokasi. Berangkat dari kampus tercinta UNS, selepas menunaikan shalat Ashar. Sang pemuda sudah memprediksi dengan berangkat sekitar pukul 15.30, bisa dibilang pukul 16.00 supaya lebih enak menghitungnya.

Start pukul 16.00, menuju Kerten, sebuah halte didepan kampus PGSD UNS, salah satu halte untuk menunggu bis jurusan Semarang. Dia mengira paling tidak sampai akan sampai Kerten pukul 17.00 sehingga paling tidak sampai Semarang maksimal pukul 21.00. ternyata Allah berkehendak lain. Sampai Kerten pukul 18.00, lah ngapain aja di Bus Batik Solo. Entahlah sang pemuda sudah lupa. Mungkin juga karena harus jalan kaki dulu karena bisnya tidak mau sampai tempat tujuan dikarenakan sudah sore dan mau pulang.

Oke, sampai Semarang pukul 22.00. hmm… tidak ada bis lagi jam segitu dengan jurusan yang diinginkan Sang Pemuda. Adanya bis jurusan Jakarta, hanya saja bisa dipastikan tidak mau ditumpangi kalau hanya sampai Kendal. Sang Pemuda tersebut mencoba cara lain, namun ia ingat bahwa ingat belum shalat Maghrib dan Isya’. Ia kemudian menuju masjid yang tidak asing lagi baginya, Massjid di RS Sultan Agung, Semarang. Saat masuk disambut oleh jawaban ramah satpam saat dia pura-pura Tanya arah ke masjid.

Saat usai menunaikan shalat dengan jujur pemuda itu berdoa kepada Allah, “Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya Malik Ya Quddus Ya Salam Ya Mu’min Ya Muhaimin Ya ‘Aziz Ya Jabbar Ya Mutakabbir… Tolonglah Hamba, pekerjaan ini bukan semata-mata untuk hamba namun untuk-Mu, kemudian ummat-Mu.” Pemuda tersebut merasa sedikit berdoa namun sungguh-sungguh, sambil ia mengingat kisah-kisah kejujuran seorang Umar yang jujur dalam doanya untuk syahid di kota Nabi, seorang Badui yang jujur meminta supaya terpanah pada urat lehernya, seorang Abdullah ibn Jahsy yang berdoa untuk bisa menglangkan pasukan-pasukan yang kuat kemudian pasukan yang ketiga akan mengalahkannya.

Merasakan ketentraman selepas berdoa Sang Pemuda berpamitan kepada Pak Satpam untuk melanjutkan perjalanan. Saat keluar dari pintu gerbang RS, dia menemukan angkringan didepannya. Jujur saat itu ia memang lapar, hingga ia sempatkan makan disitu. Uangnya disaku tidak digubris sama sekali karena ia saat itu hanya ada uang untuk berangkat. Sambil makan, ia ngobrol-ngobrol dengan penjualnya. Baginya ramah sekali penjual ini kepadanya padahal kepada pembeli sebelumnya tidak berbicara sama sekali. Mengalir saja Sang Pemuda menanyakan transportasi malam sampai ke tempat tujuan. Sang penjual memberi penjelasan yang sangat detail, yang pertama adalah kalau boleh naik bis jurusan Jakarta maka pembayaran akan dikenakan tinggi sambil ia menyesal berkata,”Wah kalau saya tidak sedang jualan njenengan saya titipkan teman kondektur saya mas.”. yang kedua ia menjelaskan bahwa Sang Pemuda tersebut harus naik angkot kemudian oper naik isuzu terus diterminal (lupa namanya) naik ojek atau nunggu bis sampai jam 2 pagi. Dan yang ketiga adalah Sang Pemuda ditawari tidur ditempat penjual tersebut dan bisa melanjutkan perjalanannya esok hari. Dengan banyak terima kasih Sang Pemuda memilih yang kedua saja, karena seharusnya ia sampai Kendal sehari sebelum hari tersebut.

Tidak lama untuk mendapatkan angkot di Semarang walaupun sudah larut malam. Turun di Cililita, kemudian naik Isuzu. Sebelumnya dia menemukan supir angkot yang ramah menjelaskan alur transportasi yang diinginkan pemuda tersebut dengan detail, sedetail-detailnya. Kemudian di Isuzu Pemuda tersebut berbincang-bincang dengan sopir Isuzu, dan tidak disangka ditawari oleh salah satu penumpang. “Mas, saya nanti mau ke Jakarta naik truk. Kalau mas mau nanti bareng saya saja tapi nanti turun di pom bensin Krapyak dulu ya, saya tak ambil truk. Gimana mas?” Tanya salah satu penumpang tersebut. Sang Pemuda langsung saja mengiyakan, dia tidak berfikir yang macam-macam dengan sosok yang menawari tadi baginya terasa tidak ada niat buruk dari tawaran tersebut. Bahkan kalaupun berniat jahat, sang Pemuda bergumam banyak dalam hati,”Aku punya apa? Uang sedikit, terus ada laptop, dan pakaian, sudah itu doing kan. Kalau mau macam-macam aku kan bisa beladiri, kalaupun kalah , mati , kan enak bisa mati dalam perjalanan fii sabilillaah. Wah indah banget ya. Untung juga tidak ada PII Wati, jadi aku tidak ada tanggungjawab kalau ada apa-apa. Malah ini kan pertolongan Allah.”

Lalu sampai pom bensin Krapyak, bersama-sama turun dengan bapak yang menawarkan bantuan tadi. Pemuda itu disuruh menunggu sampai bapaknya datang. Hamper tiga puluh menit dia menunggu tapi batang hidung bapak tadi tidak kelihatan samasekali. Hingga ada sebuah teriakan dari kejauhan saat ada truk berhenti. “Mas ayo cepat naik.”. Pemuda tersebut dengan riang menyambut teriakan tersebut sambil berfikir kepada Rabbnya, senang sekali Tuhannya menarik ulur hatinya, sambil tersenyum syukur.

Dia naik ke truk. Selama perjalanan rupanya diketahui bahwa yang menolongnya adalah bekerja di pabrik roti Nissin, kerjanya ngangkut roti ke daerah Jakarta dan Jawa Barat. Keduanya asyik ngobrol sana-sini, seprti sudah akrab dan lama mengenal. Ada yang unik dari perkataan sang sopir. Pertama, dia suka kepada mereka yang kuliah karena yang diketahui bahwa anak kuliah itu orangnya sopan-sopan karena berpendidikan tinggi. Kedua, dia menceritakan bahwa sebenarnya dia malu untuk menawari bantuan semisal tumpangan seperti yang diterima pemuda tersebut karena kebanyakan yang ditawari sering menolak dan memberi ekspresi yang tidak enak seakan-akan bahwa dirinya adlah penjahat. Dan dia senang karena pemuda tersebut menerima bantuan darinya, katanya juga asyik diajak ngobrol.

Tak kalah menarik jika laki-laki ngobrol itu bisa dicurigai juga akan mengobrolkan masalah perempuan. Mmm… walaupun sang pemuda tersebut agak tidak suka, namun tetap ia dengarkan. Sang sopir tersebut cerita bahwa sebelum berangkat dia berpacaran dulu dengan ceweknya. Muda sih, sang pemuda saja yang baru kenal dengan sang sopir dikasih tahu fotonya. Sang pemuda bahkan dimintai pendapat soal ‘cantik dan semoknya’ pacarnya. Huh… apa-apaan ini. dengan santai pemuda tersebut menjawab,

”cantik sih mas, tapi kalau masalah cantik dan semok kan tiap orang berbeda menilainya. Cantik dan semok itu tidak terlalu penting, ada yang lebih penting yaitu shalihah. Betul gak mas?”, Tanya balik Sang Pemuda.
“betul lah… tadi juga pacar saya tak ingatkan juga untuk jangan suka pake celana pendek.”
“Kira-kira mas, merasa cocok tidak?”
“iya saya rasa juga sudah sangat cocok.”
“Kalau gitu cepet-cepet saja mas. Segera datang ke orangtuanya saja. Mas kan sudah mapan kerjanya.”
“iya pengennya ya segera mas. Sebelum keduluan ‘gak nahannya’ ”

Seketika itu suasana santai jadi kacau karena tawanya yang keras dan bersama-sama. Kemudian tetap berlanjut pembicaraan masih mengenai pacarnya, keluarganya, kerjanya, dan cerita-cerita terkait pemuda tersebut itu juga. Bisa dibilang keduanya saling bercerita sehingga perjalanan yang jauh terasa cepat sampai.

Sang pemuda berpamitan dan banyak menyampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan. Dilanjutkan harus berjalan kaki sekitar satu kilo meter menuju lokasi sesungguhnya. Ditengah perjalanan pun ada motor yang menghampiri, menyempatkan berbelok untuk menawarkan menawarkan boncengan padahal keduanya arahnya berlawanan, namun saya tolak karena jaraknya hanya tinggal sedikit, kasihan jika harus mengantar gara-gara aku. Ya sudah akhirnya mas yang menawarkan bantuan melanjutkan perjalanannya sambil mengucapkan salam kepada sang pemuda tersebut. Berjalan satu langkah demi satu langkah akhirnya dengan selamat sampai ditempat tujuan, SKB Cepiring.
Syukrulillaah ya Rabb.

21.31.00 - 2 comments

Kesucian Dibawah Satu Payung

Di dalam kereta dia hanya bisa membaca sms tersebut dengan agak jauh karena kondisi saat itu sangat berdesakan. Dia hanya membuka dengan melirik ke saku tempat hp-nya disimpan. Ada satu sms dan penunjuk waktu pukul 17.23.

Sudah sampai mana Rasyid?

Sms itu dia biarkan saja, toh tinggal sedikit lagi sampai stasiun. Memang sangat sesak sekali kereta commuter arah Bogor. Terasa lagi ada dering getar dari hp-nya. Ada dua kali dering yang masuk. Akhirnya sampai juga distasiun UI. Sudah tidak sabar dia akan bertemu sahabatnya ketika dulu menjalin cita bersama saat masih kelas tiga SMA, cita untuk bersama masuk UI. Namun, ternyata takdir berkata lain bahwa Rasyid tidak bisa membersamai di UI.
                “Alhamdulillaah sudah sampai. Huh… ramai banget keretanya. Ada sms siapa aja ini…” pekiknya saat keluar dari commuter yang berjubel itu. Dia kemudian berpisah dengan dua teman satu kereta yang sama-sama ke UI tapi berbeda kepentingan. Dilanjutkan buka smsnya.

                “Rasyid, Arin otw ke stasiun UI ini.”

                “Oh ya, nnti tunggu di halte ya…”

Rasyid segera ke halte yang dimaksud. Halte tersebut menggabung dengan stasiun bagian terasnya. Tengok-tengok tidak menemukan keberadaan Arin, dia cari tempat duduk di halte tersebut. Lima menit, sepuluh menit tidak ada tanda-tanda sesosok perempuan yang mencarinya. Akhirnya disms sahabatnya itu.

                “Arin, saya sudah sampai. Ini nunggu di halte deket stasiun.”
                “Lima menit lagi ya…”

Tidak dibalas lagi sms dari Arin. Rasyid menunggunya. Karena capek duduk, dia berdiri sambil menggerakkan punggungnya ke kanan dan ke kiri untuk melemaskan tulang punggungnya yang dimuati tas berat. Sebelah kanan dari orang ketiga disampingnya dilihatnya adalah seorang sosok yang sangat dikenal. Didekatinya. Satu dua langkah, belum sempat dia menyapa sosok itu menatap, berdiri, tersenyum binar, dan menyapanya dengan riang.
                “Rasyid…Assalaamu’alaikum. Ih Rasyi…d bagaimana kabarnya? Kamu masih tetap sama seperti dulu.” Ucap Arin bertubi-tubi melihat sahabat yang lama tidak sua.Terasa kegembiraan keduanya membuat perhatian keramaian tertuju pada mereka yang seakan menambah sebuah sepojok episode kisah persahabatannya, bahkan mungkin timbul rasa lebih dari itu.
                “Alhamdulillaah baik. Arin bagaimana kabarnya juga?”, kegembiraan yang nampak dari keduanya memang tidak bisa disembunyikan satu sama lain.
                “Alhamdulillaah sangat baik Rasyid. ”. Dari keduanya terasa prolog yang disampaikan ringan dan cepat namun mengesankan bagi mereka. Belum sempat berbicara banyak, Arin yang sedari tadi menunggu Rasyid mengajaknya makan.
                “Rasyid, ayo makan . Pasti kamu tadi belum makan deh… ”. Rasyid hanya menurut saja.

***

Jedyar…jedyar… Guntur bersahutan sebelum empat kaki anak manusia melangkah, disusul pula hujan yang lebat secara tiba-tiba pertanda keagungan Allah yang manusia tidak dapat memastikan dengan perkiraan, kecuali tanpa iman.

Lalu Arin dengan sigap mengeluarkan payungnya dari tas kuliahnya. Ada yang salah, payungnya hanya ada satu. Arin memberi isyarat seakan dia menarik tangan Rasyid untuk satu payung dengannya. Rasyid kemudian dengan rasa yang bercampur mengiyakan maksud Arin.

Hujan yang lebat tersebut membuat mereka terpaksa satu payung. Menyeberang jalan kampus depan stasiun UI yang sangat ramai mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang cepat tidak mau kalah dengan rintik deras air hujan. Kerepotan juga ketika harus menyeberang bareng berdua yang tidak biasa berdekatan dalam satu payung. Namun, akhirnya kecanggungan mereka atasi.

Belok kiri, jam menunjukkan pukul 17.49 sebentar lagi adzan. Keduanya suatu saat merenggangkan kedekatan raga mereka, disuatu saat yang lain kembali berdekatan. UI yang banyak orang mengejar hujan bagi Rasyid terlihat lambat ketika melihat mereka berdua, seorang gadis berjilbab lebar satu payung dengan seorang laki-laki sebaya dengannya.

Dibawah satu payung banyak cerita yang terlontar. Bagaimana kuliah, Bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan, bagaimana pandangan membingkai cita-cita jauh kedepan, dan pengalaman-pengalaman yang lain.

Di bawah satu payung, kecanggungan tidak bisa dielakkan. Rasyid yang sering menjauh dari raga Arin seolah tidak hendak tersentuh dan lebih dari itu adalah prinsip kesucian yang dipegangnya. Arin sebagai pemilik payung kadang mendekat kadang menjauh seolah ingin menyatakan payung ini untuk Rasyid karena dia juga harus menjaga kesucian keduanya.

Dibawah satu payung hujan yang deras seolah mendukung keduanya untuk tetap beratap dibawah satu payung. Hingga Rasyid kasihan jika harus Arin yang memegang payung itu. Juga sepanjang jalan menuju masjid UI terasa sangat jauh. Juga mata-mata yang selalu tertuju kepada keduanya dengan kalimat “cie cie dan semisalnya”.

Dibawah satu payung, air hujan yang dingin membasahi keduanya meski dibawah satu payung. Dibawah satu payung, air hujan yang telah membasahi keduanya tidak terasa dingin, malah terassa hangat dibawah candaan dua hati sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. Hingga untuk menjaga sebuah ketinggian kesucian,dibawah satu payung Rasyid berkata,
”Payung itu buat kamu saja Arin. Saya khawatir dengan ini kamu mendapat fitnah. Saya tidak kuliah di UI, jadi seandainya saya berbuat maksiat apapun tidak ada yang mengenal saya sedangkan kamu berbeda. Disini kamu adalah bisa jadi banyak dikenal”.
“Tapi Rasyid, nanti kamu kehujanan.”
“Tidak apa Arin, biar saja saya kehujanan dan saya pikir itu lebih baik.”
Arin yang tahu bagaimana karakter sahabatnya itu tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengiyakan. Pun pada hakikatnya Arin juga sadar harus menjaga kesuciannya juga.
Percakapan mereka itu menyadarkan keduanya untuk saling melepas dibawah satu payung. Rasyid menjauh dari payung tersebut. Bahkan dengan kalimat itu empat mata yang saling beradu berbinar seakan ingin menjatuhkan air hujan matanya.

Dibawah satu payung, akhirnya tinggal satu nama yang berdiri diatas kesucian dan membiarkan Rasyid kehujanan atas derasnya, namun diatas kesucian deras dan dinginnya air hujan tetap menghangatkan keduanya. Hingga Allah yang Maha Kuasa menyuruh hujan untuk mereda.

Sepanjang jalan setapak dipinggir hutan kecil yang dilaluinya sudah semakin mendekat dengan masjid UI. Masjid yang akan dimasuki oleh Rasyid pertama kalinya. Belok kanan, jalan sekitar lima puluh meter kemudian belok kiri, menyeberang.
“Nanti kita bertemu dikantin dekat masjid ya Rasyid. Hati-hati.” Kata Arin dengan terbata-bata.
“Iya insyaaallaah.” Jawab Rasyid hingga berlalu masuk ke dalam masjid.

***