Jumat, 02 Mei 2014

Satu Doa Seribu Pertolongan

Jum’at, 18 April 2014. Sebuah doa seribu pertolongan saya rasa sangat cocok untuk mengawali sebuah perjalanan saya saat menuju SDPW PII di Kendal. Mengapa saya tulis? Paling tidak inilah salah satu wujud syukur saya dengan menyebut-nyebutnya,

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)

Alkisah seorang pemuda yang dilema untuk berangkat SDPW atau tidak. Tidak ada komunikasi HP, yang ada cuma nama lokasi dan sebatas arahan kecil menuju lokasi. Berangkat dari kampus tercinta UNS, selepas menunaikan shalat Ashar. Sang pemuda sudah memprediksi dengan berangkat sekitar pukul 15.30, bisa dibilang pukul 16.00 supaya lebih enak menghitungnya.

Start pukul 16.00, menuju Kerten, sebuah halte didepan kampus PGSD UNS, salah satu halte untuk menunggu bis jurusan Semarang. Dia mengira paling tidak sampai akan sampai Kerten pukul 17.00 sehingga paling tidak sampai Semarang maksimal pukul 21.00. ternyata Allah berkehendak lain. Sampai Kerten pukul 18.00, lah ngapain aja di Bus Batik Solo. Entahlah sang pemuda sudah lupa. Mungkin juga karena harus jalan kaki dulu karena bisnya tidak mau sampai tempat tujuan dikarenakan sudah sore dan mau pulang.

Oke, sampai Semarang pukul 22.00. hmm… tidak ada bis lagi jam segitu dengan jurusan yang diinginkan Sang Pemuda. Adanya bis jurusan Jakarta, hanya saja bisa dipastikan tidak mau ditumpangi kalau hanya sampai Kendal. Sang Pemuda tersebut mencoba cara lain, namun ia ingat bahwa ingat belum shalat Maghrib dan Isya’. Ia kemudian menuju masjid yang tidak asing lagi baginya, Massjid di RS Sultan Agung, Semarang. Saat masuk disambut oleh jawaban ramah satpam saat dia pura-pura Tanya arah ke masjid.

Saat usai menunaikan shalat dengan jujur pemuda itu berdoa kepada Allah, “Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya Malik Ya Quddus Ya Salam Ya Mu’min Ya Muhaimin Ya ‘Aziz Ya Jabbar Ya Mutakabbir… Tolonglah Hamba, pekerjaan ini bukan semata-mata untuk hamba namun untuk-Mu, kemudian ummat-Mu.” Pemuda tersebut merasa sedikit berdoa namun sungguh-sungguh, sambil ia mengingat kisah-kisah kejujuran seorang Umar yang jujur dalam doanya untuk syahid di kota Nabi, seorang Badui yang jujur meminta supaya terpanah pada urat lehernya, seorang Abdullah ibn Jahsy yang berdoa untuk bisa menglangkan pasukan-pasukan yang kuat kemudian pasukan yang ketiga akan mengalahkannya.

Merasakan ketentraman selepas berdoa Sang Pemuda berpamitan kepada Pak Satpam untuk melanjutkan perjalanan. Saat keluar dari pintu gerbang RS, dia menemukan angkringan didepannya. Jujur saat itu ia memang lapar, hingga ia sempatkan makan disitu. Uangnya disaku tidak digubris sama sekali karena ia saat itu hanya ada uang untuk berangkat. Sambil makan, ia ngobrol-ngobrol dengan penjualnya. Baginya ramah sekali penjual ini kepadanya padahal kepada pembeli sebelumnya tidak berbicara sama sekali. Mengalir saja Sang Pemuda menanyakan transportasi malam sampai ke tempat tujuan. Sang penjual memberi penjelasan yang sangat detail, yang pertama adalah kalau boleh naik bis jurusan Jakarta maka pembayaran akan dikenakan tinggi sambil ia menyesal berkata,”Wah kalau saya tidak sedang jualan njenengan saya titipkan teman kondektur saya mas.”. yang kedua ia menjelaskan bahwa Sang Pemuda tersebut harus naik angkot kemudian oper naik isuzu terus diterminal (lupa namanya) naik ojek atau nunggu bis sampai jam 2 pagi. Dan yang ketiga adalah Sang Pemuda ditawari tidur ditempat penjual tersebut dan bisa melanjutkan perjalanannya esok hari. Dengan banyak terima kasih Sang Pemuda memilih yang kedua saja, karena seharusnya ia sampai Kendal sehari sebelum hari tersebut.

Tidak lama untuk mendapatkan angkot di Semarang walaupun sudah larut malam. Turun di Cililita, kemudian naik Isuzu. Sebelumnya dia menemukan supir angkot yang ramah menjelaskan alur transportasi yang diinginkan pemuda tersebut dengan detail, sedetail-detailnya. Kemudian di Isuzu Pemuda tersebut berbincang-bincang dengan sopir Isuzu, dan tidak disangka ditawari oleh salah satu penumpang. “Mas, saya nanti mau ke Jakarta naik truk. Kalau mas mau nanti bareng saya saja tapi nanti turun di pom bensin Krapyak dulu ya, saya tak ambil truk. Gimana mas?” Tanya salah satu penumpang tersebut. Sang Pemuda langsung saja mengiyakan, dia tidak berfikir yang macam-macam dengan sosok yang menawari tadi baginya terasa tidak ada niat buruk dari tawaran tersebut. Bahkan kalaupun berniat jahat, sang Pemuda bergumam banyak dalam hati,”Aku punya apa? Uang sedikit, terus ada laptop, dan pakaian, sudah itu doing kan. Kalau mau macam-macam aku kan bisa beladiri, kalaupun kalah , mati , kan enak bisa mati dalam perjalanan fii sabilillaah. Wah indah banget ya. Untung juga tidak ada PII Wati, jadi aku tidak ada tanggungjawab kalau ada apa-apa. Malah ini kan pertolongan Allah.”

Lalu sampai pom bensin Krapyak, bersama-sama turun dengan bapak yang menawarkan bantuan tadi. Pemuda itu disuruh menunggu sampai bapaknya datang. Hamper tiga puluh menit dia menunggu tapi batang hidung bapak tadi tidak kelihatan samasekali. Hingga ada sebuah teriakan dari kejauhan saat ada truk berhenti. “Mas ayo cepat naik.”. Pemuda tersebut dengan riang menyambut teriakan tersebut sambil berfikir kepada Rabbnya, senang sekali Tuhannya menarik ulur hatinya, sambil tersenyum syukur.

Dia naik ke truk. Selama perjalanan rupanya diketahui bahwa yang menolongnya adalah bekerja di pabrik roti Nissin, kerjanya ngangkut roti ke daerah Jakarta dan Jawa Barat. Keduanya asyik ngobrol sana-sini, seprti sudah akrab dan lama mengenal. Ada yang unik dari perkataan sang sopir. Pertama, dia suka kepada mereka yang kuliah karena yang diketahui bahwa anak kuliah itu orangnya sopan-sopan karena berpendidikan tinggi. Kedua, dia menceritakan bahwa sebenarnya dia malu untuk menawari bantuan semisal tumpangan seperti yang diterima pemuda tersebut karena kebanyakan yang ditawari sering menolak dan memberi ekspresi yang tidak enak seakan-akan bahwa dirinya adlah penjahat. Dan dia senang karena pemuda tersebut menerima bantuan darinya, katanya juga asyik diajak ngobrol.

Tak kalah menarik jika laki-laki ngobrol itu bisa dicurigai juga akan mengobrolkan masalah perempuan. Mmm… walaupun sang pemuda tersebut agak tidak suka, namun tetap ia dengarkan. Sang sopir tersebut cerita bahwa sebelum berangkat dia berpacaran dulu dengan ceweknya. Muda sih, sang pemuda saja yang baru kenal dengan sang sopir dikasih tahu fotonya. Sang pemuda bahkan dimintai pendapat soal ‘cantik dan semoknya’ pacarnya. Huh… apa-apaan ini. dengan santai pemuda tersebut menjawab,

”cantik sih mas, tapi kalau masalah cantik dan semok kan tiap orang berbeda menilainya. Cantik dan semok itu tidak terlalu penting, ada yang lebih penting yaitu shalihah. Betul gak mas?”, Tanya balik Sang Pemuda.
“betul lah… tadi juga pacar saya tak ingatkan juga untuk jangan suka pake celana pendek.”
“Kira-kira mas, merasa cocok tidak?”
“iya saya rasa juga sudah sangat cocok.”
“Kalau gitu cepet-cepet saja mas. Segera datang ke orangtuanya saja. Mas kan sudah mapan kerjanya.”
“iya pengennya ya segera mas. Sebelum keduluan ‘gak nahannya’ ”

Seketika itu suasana santai jadi kacau karena tawanya yang keras dan bersama-sama. Kemudian tetap berlanjut pembicaraan masih mengenai pacarnya, keluarganya, kerjanya, dan cerita-cerita terkait pemuda tersebut itu juga. Bisa dibilang keduanya saling bercerita sehingga perjalanan yang jauh terasa cepat sampai.

Sang pemuda berpamitan dan banyak menyampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan. Dilanjutkan harus berjalan kaki sekitar satu kilo meter menuju lokasi sesungguhnya. Ditengah perjalanan pun ada motor yang menghampiri, menyempatkan berbelok untuk menawarkan menawarkan boncengan padahal keduanya arahnya berlawanan, namun saya tolak karena jaraknya hanya tinggal sedikit, kasihan jika harus mengantar gara-gara aku. Ya sudah akhirnya mas yang menawarkan bantuan melanjutkan perjalanannya sambil mengucapkan salam kepada sang pemuda tersebut. Berjalan satu langkah demi satu langkah akhirnya dengan selamat sampai ditempat tujuan, SKB Cepiring.
Syukrulillaah ya Rabb.

0 komentar:

Posting Komentar