Rabu, 25 Oktober 2017

Meniatkan Niat bag.2

Niat yang merupakan amalan hati namun memiliki andil besar dalam segala aspek amal dan pembalasannya. Sebab niat-lah yang membangkitkan semua amalan keseharian setiap muslim. Sehingga memang benar-benar diperlukan meniatkan niat benar dalam porsinya. Benar dalam berniat, benar dalam menjalankan niat, dan mengikhlaskan segala hasilnya.



1. Meniatkan Niat, namun belum dilakukan

Rasulullah shallaahu alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang berkeinginan melakukan kebaikan namun dia belum dapat melakukannya, maka dicatat baginya satu kebaikan.” HR. Muslim no.130

Sekedar dia berniat belum sampai dia melalukannya, Allah menghitungnya sebagai amal shalih (kebaikan) yang tentunya berpahala.

Rabu, 11 Oktober 2017

Meniatkan Niat bag.1


Niat merupakan amalan hati yang agung bagi kaum muslimin. Keberadaannya sangat menentukan ukuran dalam suatu amalan atau perbuatan seseorang. Mau ukurannya baik atau jelek, sah atau tidak, kuat atau lemah, sungguh-sungguh atau sekedar rutinitas tanpa esensi, semua itu tergantung kepada niat awal yang kita bangun.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh apa yang diniatkan itu....” (HR. Bukhari dan Muslim)


Namun, bukankah tidak ada pekerjaan atau berbuatan sedikitpun tanpa adanya niat?

Setiap hal yang ada, diwujudkan dari abstraksi dalam bentuk yang belum berwujud. Jadi ketika kita “Bekerja” sebenarnya dalam alam bawah pikir kita sudah melakukan niat “Mau Bekerja” sehingga akhirnya kitapun “Bekerja”. lalu setiap orang yang “Mau Bekerja” inipun berbeda-beda dalam kesungguhannya. Ada yang tidak semangat, ada yang setengah, ada pula yang benar bersungguh-sungguh dengan keyakinan yang mantap. Tentu hasilnya juga berbeda-beda sesuai kesungguhannya. Ada yang dapat teguran, ada yang dianggap biasa, bahkan karena kesungguhannya yang mantap akhirnya mendapatkan reward yang baik dari pimpinannya.

Kamis, 11 Februari 2016

00.08.00 - No comments

Pengetahuan Hati

Tidak tahu. Bayangan-bayangan keputusan di masa lalu. Ungkapan-ungkapan yang begitu merendahkan. Lalu pandangan-pandangan yang menyepelekan.

Bangunan yang sudah runtuh tidak bisa saya bangun sama dari puing-puingnya. Saya sadar membangun ulang dengan desain berbeda adalah berat yang amat sangat. Tapi tidak ada hal lain yang harus saya putuskan setelah mendekati-Nya, kecuali demikian adanya.

Saya perlu waktu yang agak lama, jadi bersabarlah. Keadaan yang menyiksa akan membawa kekuatan. Waktu yang lama dan sempit akan segera berlalu dengan kita berjalan seperti biasa tanpa melelahkan diri. Tawakal saja.

Saya meyakini bahwa keputusan yang selama ini saya ambil adalah baik, meski belum tentu yang terbaik. Lalu menjalani adalah hal yang tidak kalah baik pula. Bukankah, bekerjalah! Maka Rabbmu akan melihatnya. Setelah Rabb? Tidak begitu penting.

Antara sedih dan bahagia. Saya rasa keduanya bukan kecocokan kata yang berlawanan. Yang berlawanan adalah kehinaan dan kebahagiaan. Orang yang sedih belum tentu tidak bahagia karena hakikat dari bahagia bukan sesempit senang namun didalamnya adalah keselamatan. Apapun itu yang penting kamu tidak hina (yang didalamnya celaka).

Ya, kembali ke bayangan yang menyeramkan, reruntuhan rumah cita-cita, waktu yang mencekik jiwa, dan keputusan terbaik kita. Adalah jalan kita memilih landasan kebahagiaan.

Di dalam pengetahuan hati.

Senin, 11 Januari 2016

23.33.00 - No comments

Perempuan dan Bakpau itu...

Tidak terlambat pagi itu, padahal dia sering terlambat. Biasanya Sa’id jalan kaki sambil melihat alam kampusnya dan reaksi sosial sekitar dia berjalan. Atau kadang setengah lari karena mengejar waktu untuk memperkecil keterlambatannya.

Masuk gedung A, di jurusan Matematika, banyak sapaan yang tertuju padanya. Dia sebenarnya merasa sendiri atau lebih tepatnya tersindir.
“Eh Pak elo mau bersihin gedung, tumben jam segini sudah berangkat” Ketika bertemu Ahmad di lbi Gedung lantai 2.
“Hehe biasa aja. Gue hari ini mau tobat dari kata ‘terlamat’. Inget ya hari ini! Selanjutnya gak tau deh” jawab Said sambil guyonan.
Bertemu dosen kalkulusnya, dia menyapa,”Assalaamu’alaikum Pak!” sambil menyunggingkan senyum dengan pipi lesung sebelah. “Wa’alaikumussalaam. Kok pagi betul?” jawab Dosennya.
“iya pak, sekali-kali.” Sambil berlalu.
Duduk sebentar di tangga lantai 3, sambil minum.

***
Sampailah didepan ruang praktik mata kuliah pemrograman dasar. Duduk melepas sepatunya. Disitu ada juga teman perempuannya, Sasa namanya.
“(Ehmm... ekhmm...) Assalaamu’alaikum Sas. Kok belum masuk?”
“Iya akh. Sarapan dulu. Bakpau coklat.” Jawab Sasa, teman sekelas sekaligus di pembinaan keislaman organisasinya.
“Oh... saya masuk dulu ya, ngadem!”
“Bentar akh. Mmm, ... ini ana masih punya satu lagi bakpau coklat kalau antum mau.” Tawarnya malu-malu.
“Boleh.” Diterimanya bakpau coklat itu, lalu duduk disampingnya kembali. “Manis?” tanya Said, sambil membolak-balikkan bakpau yang masih dalam plastik.
“Iya.” Jawab singkat. “Kemarin gak dateng syura’? temen-temen menanyakan antum karena tiga kali berturut-turut tidak datang syura’. Ada apa?”
Said menghela nafas panjang. “Tidak apa-apa. Tidak ada perubahan dalam gerak kita. Saya jadi malas untuk datang. Kemarin menghasilkan apa? ” sambil tetap memegangi bakpau coklat itu.
“Akh Darwis akhirnya dicalonkan ke ketua BEM. Awalnya mas’ul mempertahankan antum untuk tetap dicalonkan. Tapi kata Yadi antum tidak mau, sedangkan saat itu antum tidak bisa dihubungi. Mas Feri ingin tetap mendengar langsung dari kesediaan antum tapi akh Hadi tidak setuju dan bisa mempengaruhi forum. Akhwat kepecah jadi dua, dukungan ke antum dan ke akh Darwis.”

“Sudah bisa dipastikan. Melulu soal beginian. Padahal kader kita dibawah terlantar. Saya memang ndak mau sejak awal. Juga sudah mengatakan ke akh Yadi. Setiap mau syura’ saya tanya ke dia, kira-kira membahas apa syuranya. Masih seputar pemilu Bem. Lalu mau dikemanakan kader-kader kita?”
“Ana paham maksud antum. Maaf membuat antum marah” merasa bersalah telah memancing ketidaksenangan Sa’id. Tiba-tiba saja dia menangis.
Sa’id yang mengetahui lalu bingung melihat Sasa sesenggukan lalu menangis. Dia diam saja, bingung. Apa dia salah ucap atau melukai perasaannya. Masih belum ada respon akhirnya dia mencoba mengatakan sesuatu. “Bakpaunya saya makan pintu nanti. Kamu kenapa?” tanya Said sambil berharap ada perubahan. Saat itu teman-temannya juga menyaksikan karena melewati mereka berdua sebelum masuk ruang praktikum.
“Tidak tahu. Ana berfikir kalau antum hanya mengurus bidang sendiri, terlalu egois.”

***
Selesai kuliah Said berjalan pulang seperti biasa, jalan kaki. Mampir ke masjid untuk solat berjamaah dzuhur. lalu berjalan lagi melanjutkan. Diujung pintu gerbang belakang dia melihat Ratna melewatinya naik motor. Ratna juga melihat Said. Masih tanpa senyum.
Ratna adalah teman akrabnya dulu di SMA lalu sama-sama kuliah ditempat yang sama. Entah apa dan bagaimana awal kejadiaanya, yang jelas hubungannya renggang semenjak dia berubah menjadi “akhwat”.
Said menyapanya, “Na, assalaamu’alaikum.” Sambil motor yang ditumpangi Ratna berlalu. Selang dari itu diabaikan, Said masih berjalan. Tiba-tiba, motornya memutar dan menghampiri Said.
“Ada apa Id?” tanyanya penasaran.
“Eh... enggak kok. Aku tadi Cuma menyapa. Maaf ya!”
“Oh. Ya.” Ada rona mimik yang tidak menyenangkan dari Ratna.
Tiba-tiba Said menyodorkan bakpau coklat yang belum sempat ia makan tadi. “Ini buat kamu. Bakpau coklat manis.”
Saat menyerahkan bakpau tersebut ada dua motor yang dikenal oleh Said. Motornya Lian dan Sasa. Keduanya berhenti juga menghampiri Said. Mereka berdua ada agenda mengajar anak-anak TPA.
“Ayo akh ikut aku saja. Ngajar anak-anak TPA.” Tawar Lian. Ratna berterima kasih atas pemberian bakpau coklat dan diincipi langsung didepan mereka semua. Lalu pamit.
“Boleh.” Jawab Said sedikit menatap Sasa.

***
Sepeda motor diparkir didepan masjid Al Abror. Anak-anak sebagian sudah datang. Lian segera menyambut anak-anak. Sedang Sasa dan Said masih di tempat parkir.
“Itu bakpau coklat tadi pagi akh?”
“Iya. Saya belum sempat memakannya.”
“Belum sempat atau gak mau memakannya?” tegas Sasa.
***


Kamis, 07 Januari 2016

20.58.00 - No comments

Ukhuwah Pagi


.....Ash shalaatu khairun minannaum, Ash shalaatu khairun minannaum

Allaahu akbar, Allaahu akbar
Laa ilaaha illallaah.[1]

Sayup-sayup suara muadzin membangunkan sebagian manusia di komplek kos belakang UNS (Universitas Sebelas Maret)[2] tepatnya di daerah Jalan Surya 2-3. Memang sebagian ada yang masih terlelap dengan rangkaian bunga tidur atau sekedar tidur tanpa ada bisikan respon, tapi ingatlah bahwa ada sebagian mereka tetap tegar dan bersemangat memenuhi seruan kemenangan. Kosbin-kosbin[3] atau lebih dikenal dengan IMC[4].
KaTaka… bangun, sudah subuh.” Kalimat itu diulang beberapa kali jika ada potensi dari Mas Taka untuk bangun.
(thok…thok…thok…) Mengetuk pintu selanjutnya,” LimAlim… tangi Her, wis shubuh”,panggil  Mas Harun.
 Jawab Mas Alim, “Iya Mas Harun, ini sudah bangun”. Dilanjutkan  ke kamar nomor 7, kamar paling rahasia yang tidak sembarang orang bisa masuk atau sekedar mendapat izin untuk masuk pun susah . Dilanjutkannya mengetuk kamar tersebut.
(thok..thok…thok)” IdSa’id …, ayo shubuh”.
“Iya mas, ini yo wis tangi kok (sambil menyeka sisa-sisa air mata saat qiyamullayl)”.
Mas Harun langsung berangkat ke masjid. Sebagai perintis kosbin atau IMC Husein dia harus mampu memberi  tauladan yang sempurna apalagi dia seorang aktivis. Yang lain sudah bangun tanpa dibangunkan sekalipun, Lian,Mas Qosim, Mas Yusuf,Mas Alwi, Mas Farhan dan Mas Adin. Mereka keluarga kos Husein ke masjid yang memakan waktu kurang lebih empat menit. Tidak berengkat bersama karena persiapan mereka pun berbeda-beda. Ada yang seadanya ada pula yang perfeksionis.
Sa’id memilih shalat qabliyah di kos saja, sering memang seperti itu. Iya dia memang agak tertutup.
*****
Tiap kamar sibuk dengan dzikir pagi mereka sendiri-sendiri ada yang menggunakan Al Ma’tsurat ada yang Hishnul Muslim. Mereka didalam keluarga Husein saling menghargai. Ada juga yang melihat ceramah ustadz Yusuf Mansyur di tv, yang ini biasanya Mas Farhan. Dia ngefans sama sang ustadz yang punya sosok kalem tapi berwibawa. Lian adalah teman setia dari mushafnya, seperti halnya Mas Adin, Sa’id,Mas Alwi dan Mas Qosim.
Ada ikatan yang sulit dipisahkan ketika mereka selesai dengan khusuknya mengingat Rabbnya saatnya untuk berkumpul di ruang tengah untuk melihat berita khususnya bola dan kajian Islam Khazanah 7. Walaupun kadang juga ada yang tidur kembali untuk mengecas tenaga karena banyaknya tugas sehingga mengerjakan hingga larut. Oh Masyaaallaah mungkin inilah ukhuwah yang seimbang. Bisa memposisikan dengan tepat.
“Mandi dulu ah, kuliah pagi nih… semester dua ini masuk pagi terus, tapi hanya masuk sampai hari kamis”,celetuk si Sa’id kepada teman-temannya saat lihat berita bola.
“Masih seperti SD aja”, Mas Harun menimpali sambil memicingkan sebelah matanya.
Suasana seketika langsung ramai atas humornya Mas harun. Sa’id hanya menjulurkan lidahnya saja tanda acuh. Dia masuk ke kamarnya nomor tujuh. Ambil handuk kemudian ke kamar mandi.
Lian bangkit dari melihat tv untuk siap-siap mandi. Mas Taka,“Hah yen iki mundhak sithik. Cah SMP hahaha…”. “Lho inikan pagi, dimana Allah menurunkan berkah dipagi hari tersebut dan saya akan menjemput berkah-Nya”,debat Lian. Melanjutkan Lian dengan membaca salah satu do’a dipagi hari,”Allaahumma innii as aluka ‘ilman naafi’aa, wa rizqan thayyibaa, wa ‘amalaan mutaqabbalaa. Seketika Mas Taka senyum tipis.
“Haha skakmath”,celetuk Mas Adin. Suasana jadi semakin ramai dan penuh makna.
*****

“Assalaamu’alaikum saya berangkat dulu. “,pamitannya kepada kakak-kakak kosnya yang masih didepan tv.
“Wa ‘alaikumussallaam…”, jawab mereka serentak seperi kelompok brigade.
Sa’id mengetuk pintu kamar Lian, nomor lima,”Ayo akh berangkat, saya berangkat bareng antum ya…”.
“Iya tunggu sebentar masih ganti pakaian.”
“Saya tunggu diluar ya.”
“Na’am.”
*****


[1]Lafadz adzan Shubuh
[2] UNS atau Universitas Sebelas Maret adalah salah satu perguruan tinggi negeri terkenal di Indonesia,tepatnya di Kota Solo.
[3] Kosbin kependekan dari Kos Binaan
[4] Kosbin(Kos Binaan) atau IMC (Intelectual Muslim Comunity) adalah penerapan kos pembinaan oleh aktivis dakwah kampus.

Percayakan Kader Muda


Membahas organisasi kader dan pergerakan memang suatu yang niscaya didalamnya senantiasa “mengkader” dan “bergerak”.

Dimulai dari sebuah pergantian pengurus, roda organisasi dengan nafas yang baru dijalankan. Tidak semuanya orang-orang baru. Didalamnya juga terdapat orang-orang lama (yang sudah tua maupun yang masih muda). Kebanyakan yang memegang posisi penting adalah kader yang sebelumnya sudah berpengalaman dengan irisan usia yang relatif muda atau sebelumnya tidak terlalu lama di organisasi tersebut.

Terkadang kita sulit meninggalkan asas “Yang Tua Mengatur Yang Muda”, kata lain pakewuh dalam memerintah jika yang dipiumpin adalah orang yang lebih tua dari yang muda. Padahal seharusnya asas yang dipakai adalah “Pemimpin Mengatur Pasukannya”. Namun, rupanya tidak semudah idealisme slogan yang senantiasa kita senandungkan. Tidak tahu dalam hal ini akar masalah pada pemimpin yang tidak berani mengambil otoritas, sosok tua yang merasa senior juga tidak mau diatur, atau sosok muda yang pakewuh, atau bisa jadi kita yang hidup sebagai orang jawa yang memegang adat ewuh-pakewuh? Entah semuanya bisa saja menjadi sebab. Kita yang merasakan, maka kita yang harus segera memberi solusi. (solusi sementara sih sosok tua dialih fungsikan bukan pada struktural, saatnya mereka yang menghidupi kita dengan uangnya. hehe)

Pada kenyataannya sosok tua memang seakan-akan dibutuhkan dalam berbagi pengalamannya namun semakin berjalannya roda organisasi rupanya kebutuhan organisasi bukan pada pengalaman mereka.

Lebih besar dalam dunia organisasi kader dan pergerakan adalah kebutuhan akan kader muda yang ideal, musyawarah yang cerdas-bijaksana, kesetiaan kepada pemimpinnya dan mufakatnya, dan bergerak satu usia satu nasib dalam bingkai aksi program kerja.

 Seolah-olah kita diingatkan masa lalu para pengurus yang masih muda dengan analisa kekhawatiran-kekhawatiran. Padahal kader muda ada untuk menjawab kreasi dan inovasi dijamannya dengan analisa mereka menjamah jaman mereka; masa kini dan kekinian. (Jangan matikan semangat kreativitas kader muda bung... yang ketika mereka berpendapat harus disela dan dikuliti habis-habisan. Mereka sedang belajar mencari celah solusi dari masalah yang timbul.). namun, pada kenyataannya yang tua masih tetap mendominasi.

Sebenarnya tidak masalah adanya sosok tua dalam satu tubuh tapi syaratnya ia berada posisi pemimpin yang diikuti atau yang jika berada pada posisi yang dipimpin maka ia tidak banyak menanyakan hal yang bukan inti, harus memiliki kesetiaan kepada yang muda, bisa memposisikan sebagai motivator bukan penilai, dan yang paling penting tidak banyak komentar sehingga lebih mendominasi daripada mereka yang muda. Apakah ini otoriter? Bukan, ini etika kepemimpinan.

Tentu kita akan mengingat kaum muda teladan yang diberikan kesempatan Rasulullah dalam beberapa kisah. Usamah muda anak Zaid bin Haritsah ditunjuk sebagai komandan pasukan operasi militer, Mush’ab Sang Utusan, Ali yang cerdas di segala bidang, A’isyah belia yang dipilih Rasul, dan Sahabat muda lainnya ssaat itu. yang muda-muda itulah yang seharusnya kita beri kesempatan untuk menapaki “pengkaderan remaja” sebagai kesinambungan generasi selanjutnya. Lalu bagaimana dengan yang Tua? Biar mereka menjadi teladan kita, yang memberi nasihat kita, dan kita pelajari keahliannya, kita ikuti jejak mereka dengan cara kita,tentu diluar ring mereka.

Kalau begitu sekarang kita harus memberi tahu dengan sopan”Hai yang Tua tau dirilah, ini masa kami yang muda menunjukkan prestasi dengan cara sendiri dan mandiri.”

Kalian yang muda juga harus sadar jangan mau diatur-atur sedang kamu yang memipin. katakan “Inilah aku (prestasiku)!” Bukan “Ada orang tua disebelahkuku!”

Percayakan kami; Kader Muda! Semua akan baik-baik saja!