Rabu, 18 Juni 2014

21.15.00 - No comments

Konsep Ketuhanan dalam Islam

A.      Filsafat Ketuhanan Dalam Islam
Filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth) yaitu usaha menemukan dan menggali kebenaran secara radikal, menerangkan sesuatu yang benar, baik, dan indah.
Filsafat menggunakan instrument akal, sedangkan agama melalui perangkat wahyu dari Tuhan dan Nabi yang kemudian diimani dan direnungkan sehingga ditemukan suatu kebenaran mutlak. Objek materi filsafat dan agama adalah sama, yaitu mencari kebenaran, kebaikan,dan keindahan. Ada dua objek kajian di dalam mempelajari filsafat, yaitu objek forma dan objek material.


Pembicaraan tentang ketuhanan dalam filsafat berlanjut ke dalam lingkup filsafat Islam karena pengaruhnya yang kuat dari filsafat Yunani. Didalam kedua ajaran filsafat itu, ajaran tertinggi adalah filsafat tentang Tuhan, seperti dinyatakan Plotinus dan al-Kindi. Kedua tokoh ini menyatakan, filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama yaitu ilmu tentang yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar. (Harun Nasution: 178:15)
Tuhan menurut al-Kindi adalah pencipta dan alam tidak kekal di zaman lampau (qadim).
Tuhan (ilah) adalah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting oleh manusia) dengan sadar atau tidak sadar dirinya dikuasai oleh kepantingan-kepentinagn tersebut.
Didalam ajaran Islam ditegaskan bahwa kalimat Laa ilaaha illa Allaah adalah suatu bentuk nafy atau peniadaan tuhan ilah dan itsbat atau penetapan bahwa yang ada hanyalah Allah –Subhanallaahu wa ta’aalaa-.
Tauhid adalah ajaran Islam yang menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bergantung semua kehidupan, manusia, jin, malaikat, zat, partikel, benda-benda). Pendek kata, semua ciptaan Allah, baik yang makro maupun mikro, yang ghaib dan yang nyata, yang hidup dan yang mati, bergantung kepada Allah, Dia-lah tempat bermula dan kembali. Jadi dapat dikatakan bahwa Dia-lah yang tunggal, tempat bergantung dan bermuara ciptaannya, dan sesuatu yang bergantung tidak dapat dibayangkan tanpa adanya tempat ia bergantung (Fazlu Rahman,1983:5). Karena Dia-lah satu-satunya, maka tidak ada yang menandingi selain Allah. Oleh sebab itu, manusia diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya.
 “Sesungguhnya Akulah Allah, tidak ada ilah (tuhan) melainkan Aku, oleh karena itu sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatku.” (QS. Thaha : 14)
“…Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki, dan perempuan…” (QS. Muhammad : 19)
3 t“…Sembahlah Allah, sekali-sekali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya…” (QS. Al A’raf : 85)
 “…Tuhan kamu Tuhan Yang Maha Esa…” (QS. An Nahl : 22)
 “…Inilah Dia Tuhan kamu dan Tuhan bagi Musa, tetapi dia lupa…” (QS. Thaha : 88)  
“…Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang…” (QS. Al Baqarah : 163)
“Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa. Maha suci Allah dari mempunyai anak” (QS. An Nisa’ : 171)
                Allah –subhanallaahu wa ta’aalaa- selain sebagai Zat Yang Tunggal atau Esa juga mempunyai sifat-sifat (al-asma al-husna). Sifat-sifat Allah berjumlah Sembilan puluh Sembilan seperti dalam Al Quran.
“Allah mempunyai al Asma’ al Husna, maka bermohonlah kepada-Nya…” (QS. Al A’raf: 180)

                Konsep tentang Tuhan melahirkan aliran –aliran pemikiran seperti, teismus, deismus, ateismus, dan agnocticismus. Problema tentang hubungan antara Alam (termasuk manusia) dengan Tuhan melahirkan pemikiran determinisme, indeterminisme (Free Will and Free Act), predestination, dan pantheisme. (Depag, 1997: 196-197). Perkembangan pemikiran agama itu terjadi diberbagai wilayah baik di dunia Barat maupun di dunia Islam.
a.       Pemikiran barat
1)      Dinamisme: yaitu kepercayaan bahwa benda-benda mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh kepada manusia. Kekuatan itu tidak bisa dilihat secara inderawi tetapi pengaruhnya dirasakan oleh manusia, baik pengaruh positif maupun negative.
2)      Animisme: yaitu kepercayaan bahwa bend-benda yang baik mempunyai roh. Roh ini dipercaya sebagai sesuatu yang aktif meskipun bendanya telah mati. Oleh karena itu roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup sehingga memiliki rasa senang atau tidak senang dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
3)      Politeisme, yaitu kepercayaan kepada dewa-dewa sebagai bentuk dari roh yang lebih dari yang lain, karena kepercayaan dinamisme dan animism dianggap tidak memberikan kepuasan karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan.
4)      Henoteisme, yaitu kepercayaan kepada satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional, dari sudut filsafat kepercayaan ini terbagi menjadi tiga paham, yaitu:
a.       Deismus, adalah pandangan bahwa Tuhan adalah pencipta alam tetapi setelah alam diciptakan Tuhan tidak ikut andil dalam dan bertanggungjawab didalamnya. Manusia dan alam ciptaanlah yang berlanggunngjawab.
b.      Teismus, adalah pandangan yang mempercayai adanya Tuhan dan Tuhan adalah pencipta alam sekaligus pemeliharanya, menurutnya Tuhan adalah wujud tertinggi Yang Maha Sempuran dan Absolut. Dia berada diluar dan didalam. Jadi ada interaksi antara Tuhan dengan Alam.
c.       Panteisme, adalah pandangan bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Pan artinya seluruh, theo artinya Tuhan dan ismus-isme artinya paham. Panteisme berbeda dengan paham wihdatul wujud, dalam pandangan ini alam bukan Tuhan tetapi bagian dari Tuhan. (Harun Nasution, 1987 : 93)
Tuhan didalam kehidupan manusia modern sudah dilupakan dan tidak dilibatkan secara kausalitas dalam kehidupannya. Manusia sudah mengganti Tuhan Yang Maha Esa dengan tuhan-tuhan yang menguasai hawa nafsunya demi kepentingan dunianya, sehingga terjadilah pemisahan antara agama dengan kehidupan. Hal inilah yang kemudian lebih dikenal dengan istilah sekulerisme.
Sekulerisme pertama kali diperkenalkan oleh George Jacob Holyoake pada tahun 1846. Menurutnya, Secularism is an atjical system fonded on the principle of natural morality and independent of revealed religion or supernaturalism. (Sekulerisme adalah suatu system etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama wahyu atau supernaturalis), (Encyclopedia Americana : 1980 : 521) Bahkan konsepsi tentang Tuhan di dalam sejarah manusia juga melahirkan pandangan agnotisisme.
Agnoticisme secara etimologi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari kata a artinya tidak dan gnotikios / Gignoskos / gignoskein yang artinya pengetahuan. Secara umum dapat didefinisikan sebagai, The Belief that we can not have knowledge of God and that is impossible to prove that God exist or does not exist (Keyakinan bahwa kita tidak akan dapat mnegetahui Tuhan dan mustahil membuktikan bahwa tuhan itu ada atau tidak ada). (Petr A. Angeles, 1981 : 6)
b.      Pemikiran Tuhan menurut Islam
Pandangan Islam tentang monotheisme meniscayakan adanya berbagai pemahaman didalamnya yaitu ajaran yang telah dipesankan oleh Allah –subhanallaahu wa ta’aalaa- sebagai Zat Monotheisme atau tentang filsafat Pertama dan Keesaan-Nya (Sifat-sifat-Nya) dan berakhir dengan bemda-benda alam. Dalam konteks inilah berbagai macam pandangan Islam menyangkut berbagai system tersebut muncul didalam sejarahnya,
1)      Golongan Asy’ariyah mengatakan bahwa kepercayaan tentang Tuhan tidak lain adalaj melalui akal. Kalau kita memperkirakan tentang alam ini baru, maka ia mesti ada pembuatnya yang baru, dan pembuat ini membutuhkan kepada pembuat yang lain dan begitu seterusnya sampai tidak berkesudahan.
2)      Mu’tazilah, menganalisis ketuhanan memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu system teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan, sehingga kelompok ini cenderung rasionalis dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam.
3)      Hasywiyah mengatakan bahwa jalan mengetahui Tuhan ialah sama’ (pendengaran, riwayat, bukan dengan akal pikiran).
4)      Jabbariyah, mengatakan bahwa Tuhan adalah penentu semua tingakah laku manusia.
5)      Qadariyah, mengatakan bahwa Tuhan memberikan kekuasaan kepada manusia untuk menetukan kebebasan dalam berkehendak dan berbuat.

Konsep Tuhan menurut Agama-agama Samawi
                Akal juga memiliki peranan yang sangat sentral dalam menentukan pemahaman manusia tentang Tuhan sebagaimna pentingnya hati di dalam mengklaim kebenaran agama seseorang, karena agama diturunkan sebagai pedoman yang diterima melalui kepercayaan atau keimanan lewat hati seseorang, sedangkan akal didalam agama berfungsi sebagai alat penyeimbang atau mempertegas kebenaran yang diyakini oleh hati.
Konsep ketuhanan didalam ajaran para nabi sudah termaktub didalam sistemajarannya, para nabi sejak Adam as sampai Muhammad Saw memiliki kesamaan iman dan persepsi tentang Tuhan karena mereka adalah orang-orang yang dipilih Tuhan dalam satu misi, yaitu tauhid meskipun kitabnya berbeda (Zabur, Taurat, Injil)
 “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah tuhanmu, maka sembahlah Aku” (QS. Al Anbiya’ : 92)
 “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra maryam’, padahal Al Masih (sendiri) berkata: ‘Hai Bani Israil. Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Bahwasanya Allah salah seorang yang tiga padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”. (QS. Al Maidah : 72-73)
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas 1-4)
                Tuhan didalam agama-agama wahyu adalah Allah. Al Quran sendiri menyebutnya demikian. Allah adalah sebutan yang tepat bagi objek pertanda yang disembah oleh orang Islam, tidak dengan sebutan lain seperti Tuhan, Dewa, Sang Hyang, dan sebagainya. Karena kesamaan “objek pertanda” (Yang Disembah) dalam ajaran meraka satu yaitu tauhid.

Pembuktian wujud Tuhan
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Isra’ : 85)
                Dari memikirkan tentang penciptaan ciptaan-Nya itu maka secara implisit manusia dituntut untuk selalu meningkatkan kecerdasan potensialnya (rasional dan emosional) yaitu menemukan kebenaran (al Haq), kebaikan (al Husn), keindahan (al jamil / al Badi’). Yang semuanya ada pada sifat-sifat Allah –subhanallaahu wa ta’aalaa.
                Untuk membuktikan wujud Tuhan, al kindi menggunakan tiga jalan, yaitu baharunya alam, keanekaragaman dalam wujud (katsrah fil maujudat), dan kerapian alam. Sedangkan eksistensi Tuhan menurut David Hume adalah persoalan fakta (Matter of fact), oleh karena itu tak dapat dibuktikan secara apriori melainkan didapat dari pengalaman dengan satu argumentasi “Sebab Akibat”. Keberadaan uhan itu dapat dibuktikan dengan Argument of Design, dimana memandang dunia sebagai suatu susunan mekanik yang menguatkan kemahakuasaan penciptanya. (John Cottingham, 1987: 102). Sedangkan menurut Ibnu Rusyd dalam hal ini mengemukakan dalilnya yang dikenal dengan “Dalil Nidham”, yang disebut juga dalil “Inayah wa al Ihktira’” atau (Pemeliharaan dan Penciptaan). (Syeikh Nadim al Jisr, 1999: 133)
a.    Dalil Inayah, adalah teori yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman alam untuk manusia, karena alam ini terjadi bukan dengan kebetulan, tetapi diciptakan dengan rapid an teratur atas ilmu dan kebijaksanaan sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan modern.

Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS. Luqman : 20)
b.   Dalil Ikhtira’ , adalah teori yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah Swt melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam seperti yang ditunjukkan Al Quran,

Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, (QS. Al Ghasiyah : 17-22)
Dalam dalil ikhtira’ manusia juga dituntut untuk menemukan atau sesuatu menurut kemampuannya, (ikhtira’) artinya mencipta sesuatu yang baru (Al-Munawir, 1997: 333)
c.    Dalil logika / ilmu Kalam, bahwa tidak ada yang tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yanga da.
d.   Ma’rifatullaah melalui Fikr dan Dzikr
Berdasarkan dari proses berfikir secara induktif, yaitu berfikir dari hal-hal yang khusus dan bertindak yang konkrit inilah maka manusia akan sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum akan diperoleh suatu kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang bersifat absolut yang ada pada tuhan sebagai “The Ultimate Reality”. Didalam logika Islam proses seperti itu dikenal dengan istilah “al Isytisyhad bi al Syahid ‘alal Ghaib” (Mengajukan bukti-bukti empiris untuk menetapkan adanya realitas ghaib).

B.      Keimanan dan Ketaqwaan

1.       Pengertian Iman dan Taqwa
Iman menurut bahasa berarti percaya. Menurut istilah, iman adalah meyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diwujudkan dalam perbuatan. Taqwa adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
                Dalam Surat Al Baqarah 177 Allah menjelaskan karakteristik orang-orang yang bertaqwa:
a.       Iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi. Indicator ini bermakna menjaga integritas rukun iman yang enam.
b.      Memberikan harta yang dicintainya kepada para karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang yang kehabisan bekal di perjalanan, orang-orang yang meminta-minta, dan orang-orang yang memerdekakan hamba sahaya / budak. Indicator ini menampilkan sikap solidaritas kemanusiaan, kecintaan pada sesame, yang diwujudkan dalam kesanggupannya untuk menanggung beban derita saudaranya.
c.       Menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Indicator ini meneguhkan kedisiplinan ibadah formal baik ynag bersifat ritual hablun minallaah maupun social / hablun minannaas.
d.      Menepati janji. Indicator ini menuntut kekuatan manusia pada komitmennya baik kepada sesame maupun kepada Tuhannya.
e.      Sabar disaat kesempitan, kepayahan, penderitaan bahkan saat perang. Artinya, indicator ini menuntun konsistensi semangat perjuangan dalam mengamalkan ajaran agamanya, baik disaat senang dan lapang maupun disaat susah dan penuh kesempitan.

2.       Wujud Iman
Perwujudan iman didalam pelaksanaannya tercantum dalam rukun iman yang enam yaitu:
-          Iman kepada Allah
-          Iman kepada malaikat Allah
-          Iman kepada Kitab Allah
-          Iman kepada Rassul Allah
-          Iman kepada Hari Akhir
-          Iman kepada Qadha dan Qadar

3.       Proses terbentuknya iman
Keimanan adalah merupakan nikmat dan hidayah dari Allah yang tidak bisa diperkirakan dengan akal proses terbentuknya. Namun secara umum manusia mempunyai fitrah yang sama yang diberikan oleh Allah berkaitan dengan masalah keimanan. Dalam Surat Al-A’raf ayat 172 diterangkan bahwa Allah sudah mengambil persaksian kepada setiap janin yang masih ada dalam kandungan bahwa Allah sebagai Tuhan dan setiap janin menyaksikannya.
                Jadi setiap manusia yang akan lahir sudah dibekali keimanan oleh Allah sehingga nanti tidak bisa mengelak dari pertanggungjawaban di hari akhirat. Pembentukan dan pemeliharaan iman tergantung dari usaha yang dilakukan oleh manusia. Kalau dia mau belajar maka akan tumbuh keimanannya, tetapi kalau tidak maka akan hilang keimanannya. Seperti yang diterangkan dalam Surat Ar Ra’du ayat 11, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri tidak mau merubahnya.

4.       Tanda-tanda Orang Beriman
Dalam Surat Al Mukminun ayat 2 sampai 9, menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman adalah sebagai berikut:
-          Orang yang khusyu’ dalam shalatnya
-          Orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna
-          Orang yang menunaikan zakat
-          Orang yang menjaga kemaluannya
-          Orang yang memelihara amanat dan janji
-          Orang yang memelihara shalatnya

5.       Korelasi antara Keimanan dan Ketaqwaan
Orang yang mengaku beriman dituntut untuk beramal shalih. Semakin banyak amal shalih yang dikerjakan semakin tinggi keimanannya. Dan sebaliknya semakin sedikit amalnya seseorang maka makin rendah tingkat keimanan orang tersebut.
Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang semakin tinggi pula tingkat ketaqwaannya, karena pada dasarnya orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman. Orang yang bertaqwa itu sudah pasti orang yang beriman tetapi orang beriman belum tentu orang yang bertaqwa. Adakalanya orang beriman belum tentu beramal shalih tetapi orang bertaqwa pasti beriman dan beramal shalih.

C.      Implementasi Iman dan Taqwa dalam Kehidupan Modern

1.       Problematika dan Tantangan Kehidupan Modern
Azyumardi Azra menunjukkan bahwa era modern merupakan masa kritis terberat yang pernah dihhadapi umat Islam dalam sejarahnya. Krisis ini muncul bukan hanya karena suasana malaise dikalangan umat Islam, namun terutama karena kontak dengan kekuatan politik dan militer imperialism eropa yang terus menguat sejak akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 masehi.
Disamping itu, keterbukaan peradaban dunia yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi, telah membawa peradaban baru luar Islam masuk ke dalam sisi paling pribadi masyarakat muslim. melalui TV misalnya, gaya bebas hidup diseluruh dunia dapat massuk ke bilik pribadi anak-anak muslim, iklan sinetron, dan perfilman televise yang ditayangkan secara pornografis selallu muncul dihadapan generasi muda bangsa.
Dengan realitas yang demikian, orang Islam hidup berdampingan langsung dengan orang Barat, berkomunikasi, dan menyaksikan pola dan gaya hidup baik langsung maupun tidak langsung. Pada situasi dan kondisi Islam sebagai sebuah ajaran harus berhadapan langsung dengan kenyataan-kenyataan  yang ada pada budaya lain dan hal itu seringkali berbenturan dengan nilai-nilai ajaran syariat Islam. Kenyataan tersebut memberikan masalah (problem) dan tantangan yang harus dijawab oleh masyarakat muslim sendiri dengan karakter yang khas dari ajaran dan nilai-nilai syariat Islam, yaitu meningkatkan dan mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sebagai ontrol yang paling kuat dalam kehidupannya.
Orang Islam harus mampu menyatakan iman dan amal atau konsep keyakinan dengan aksi, juga fikiran dan perbuatan. Artinya, yakin dan percaya kepada kekuasaan Allah melalui fikiran dan mengamalkannya dalam aktualisasi perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertaqwa apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid (laa ilaaha illa Allaah; Tiada Tuhan selain Allah) dan kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya.
2.       Implementasi Keimanan dan Ketaqwaan dalam menjawab Problematika dan tantangan Kehidupan Modern
Dengan berbekal penghayatan keimanan dan ketaqwaan, seorang muslim diharapkan memiliki keteguhan pribadi yang kuat dalam keadaan, waktu, maupun lingkungan yang bagaimanapun. Rasulullah bersabda: “Bertaqwalah kamu kepada Allah bagaimanapun keadaan kamu, dan ikutilah perbuatan yang buruk dengan kebaikan maka akan menghapusnya, dan berbudilah kepada sesame manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Turmidzi)
Allah berfirman:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. (QS. Ali Imran :112)
Secara lebih detail pengaruh iman dan taqwa terhadap kehidupan manusia mempunyai pokok-pokok manfaat sebagai berikut:
a)      Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
b)      Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
c)       Iman menanamkan sifat “self help” dalam kehidupan
d)      Iman memberikan ketentraman jiwa
e)      Iman mewujudkan kehidupan yang baik
f)       Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
g)      Iman memberikan keberuntungan
h)      Iman mencegah penyakit

0 komentar:

Posting Komentar