Minggu, 16 Maret 2014

Wajah Tidak Menyerah

Saat rapat online Brigade PII sambil Fb-an, setelah nge-like status teman yang sedang galau tentang kuliah, tiba-tiba sebuah mesej meluncur dan membuka paksa mesej percakapan yang ada dilayar FB:
Saya tidak melihat wajah ‘menyerah’mu mas.
Aku bingung, mengapa tiba-tiba ngomong seperti itu, apalagi terdengar aneh dan ada tanda diantara kata menyerah. Hmm… daripada menduga-duga saya tanyakan maksud darinya. Kemudian ada balasan dengan nada FB yang sudah tidak asing itu.


                Lha kamu nge-like statusku, padahal kamu santai saja kuliah haha
Seketika aku pengen ketawa. Mengapa ? yang atas bilang tidak menyerah yang satunya bilang santai. Hmm… jadi merasa punya hal yang bertolak belakang dalam diri ini. Ku tanyakan mungkin teman seperjuanganku itu sedang galau kuliahnya. Eh ternyata benar, katanya lagi : “levelnya sudah lebih dari galau, dst…”.

Sebenarnya terharu sekali dengan hal semacam itu. apa yang digambarkan tentang diriku bisa diartikan bahwa aku tidak pernah galau “kuliah”. Aku jawab kepada diri sendiri “Itu tidak benar.”. Kemudian aku memberi motivasi yang semoga bermanfaat bagi dirinya yang intinya “sebisanya dalam berusaha dan yang pertama diyakini adalah pertolongan Allah.
Karena mesej seperti itu aku mencoba melihat diri sendiri. Trenyuh, meneteskan air mata itu biasa. Aku mencoba melihat, melihat, dan melihat kepada diriku sendiri. Aku sangat bahagia bisa duduk di FKIP, namun bagiku tidak optimal karena harus membagi waktu-waktu yang tidak pernah istirahat sedang aku manusia yang butuh istirahat. Kuliah, Belajar, Bekerja, dan Dakwah adalah bukan sekedar kuliah di FKIP, boleh jadi ini adalah empat jurusan yang berbeda. Seminggu waktu terasa habis. Orangtua terasa melambai, bahkan kematian pun mengikuti dengan kekhawatiran bagaimana jika aku mati sedang orangtuaku belum bahagia dengan harapan yang dipikulkan dipundakku ? bagaimana jika mereka mati sedang aku masih begini ? Bekerja, ketika teman-teman malamnya belajar kadang dalam seminggu dua hari aku tunaikan untuk mendidik adik didikku dengan bonus adalah upah dengan mengajarkannya matematika –semoga kalian sukses- . dan ini pun sudah ada tambahan Ahad dan Kamis. Lalu organisasi dakwah ? aku tidak terlalu membuat fikiran yang mengimbaskan kepada kuliahku. ah… semua itu aku tepis saja, bukankah jurusan DAKWAH adalah Dosennya Yang Maha Agung. Aku pasti ditolong-Nya. Ya…Aku bermodal keyakinan.
Aku kemudian, mencandainya dengan mengatakan,
“paling tidak ada yang mengatakan tidak ada wajah menyerah dari saya daripada ada yang mengatakan tidak mengurusi kuliahnya. hehe”
Dibalasnya,
“Dibalik wajah tidak menyerah ada sedikit sisi tidak mengurusi kuliahmu memang mas haha. Bagaimana tidak ? kamu mudah sekali tidak masuk kelas :D”
Kubalas,
“Hehe ada benernya juga… ya itu tadi, saya juga manusia *****. Kadang males kadang juga berapi-api. Hmm…tapi kayaknya banyak malasnya…”
Dari percakapan itu kembali aku berfikir karena kalimat ” Bagaimana tidak ? kamu mudah sekali tidak masuk kelas :D” huh aku juga menyadari jikalau aku memang kadang tidak masuk. Teringat beberapa hari yang lalu terancam tidak lulus karena sudah tidak masuk dua kali. Beberapa hari yang lalu ketika perjalanan pulang dari Semarang, salah seorang teman bertanya kurang lebihnya begini,
“Jadi ikut Advan ?”. ku jawab, “Jadi, Insyaaallaah.”
“Nanti kamu tidak masuk kuliah berarti. Katanya bisa tidak lulus ?”
Kata-kata tidak lulus tidak asing bagiku. Aku menimpalinya,”Ya tidak apa-apa.”
“Nanti tidak lulus-lulus kayak mas ***, kang *****.” Temanku yang lain menimpali.
Seingatku setelah itu kujawab dengan senyum. Percakapan diatas begitu sangat berharga bagiku. Didalamnya terdapat nasihat (lebih tepatnya peringatan) dan hikmah bahwa jalan mereka (kakak-kakak saya yang lulus lama) adalah mengorbankan untuk agama ini. aku pilih keduanya nasihat dan hikmah itu sendiri.
Namun, aku senang karena dibalik hal bahwa sering tidak masuk kuliah (bahkan minggu depan rencana tidak masuk sepuluh hari), masih ada yang mengatakan “tidak menyerah”. Itu suatu semangat yang tiada terkira. Sebenarnya kuliah adalah wasilah untuk bagaimana caranya aku mampu menjadi pendidik sejati. Sekalian aku nasihatkan untuk temenku –kalau mungkin suatu saat membaca ini- bahwa tujuan utama kuliah bukan untuk mencari pekerjaan. Namun, selayaknya di FKIP dan matematika, bagaimana kita menjadi sosok guru sejati dan berfikir logis (bijaksana), kemudian berkarakter (sesuai motto angkatan kita kan ? Logis, berkarakter).
Ya, inti dari semua cerita ini dan bagaimana aku terlihat sebagai seorang yang demikian diatas bahwa jalan aku diatas keyakinan yang tinggi. Di depan ada cita-cita menjulang yang aku harus meraihnya. Bahwa keyakinan, cinta, pengorbanan, telah mengalahkan segalanya. Bagiku keyakinan, cinta, dan pengorbanan adalah sesuatu yang logis namun jarang manusia memasukkan dalam jajaran pemikiran logis.
Dalam jalanku,
Pastilah aku tahu bagaimana pandangan aku tujukan.
Dalam jalanku,
Pastilah iltizam cinta menyertainya.
Dalam jalanku pula,
Pengorbanan telah merenggut aku.

Dalam jalanku,
Bagaimana aku bisa berhenti.
Dalam jalanku,
Sedang disana ada wajah yang dirindu.
Hingga pada saatnya nanti,
Bahwa jalanku ini, jalan seorang perindu.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan pertolongan-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar