Jumat, 10 Januari 2014

Menyempurnakan Akhlak



Ketika kita mempelajari fiqhud da’wah sebenarnya yang kita pelajari tidak lain adalah akhlak. Ya sejenak saya berfikir tentang akhlak itu sendiri. Dalam fiqhudda’wah biasanya akhlak digunakan sebagai proses atau alat tapi ada yang lebih besar menurut saya  yaitu akhlak adalah apa yang dida’wahkan kepada umat. Bukankah misi Rasulullah adalah menyempurankan akhlak manusia ?

Sekali lagi, disini saya tidak berbicara tentang fiqih dakwah atau cara berdakwah sehingga diterima. Namun, saya disini menyoroti urgensi akhlak itu sendiri selain sebagai fiqih berdakwah.


Say ingatkan diawal ini bukan belajar filsafat, tapi ini cuma berfikir tentang hikmah.

“Mengapa Rasulullah diutus ?”.
Allah Ta’aalaa sendiri yang menjawab dalam firmannya,

“Dan tiadalah Kami mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiyaa’ : 107)
Bukannya sok mentafsiri tapi ini hak setiap muslim yakni mentaddabburi.
Suatu negeri diliputi oleh onak-onak kejahatan, kecurangan, penipuan, dan segala macam bentuk maksiat lainnya dengan berbagai kemasannya. Benarkah negeri ini diliputi rahmat? Diturunkan rahmat? Lalu diletakkan dibagian mana rahmat itu ?
Suatu rumah tangga yang seharusnya diisi dengan cinta, namun sebaliknya disitu hidup bersemi pertengkaran, acuh, kebencian, dengki, dendam, saling menyalahkan, dan egoisme. Sekali lagi dimana letak rahmat yang menaungi keluarga itu?
Jelas sekali yang malamnya bagai siang. Rasulullah sendiri mengatakan “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Imam Malik no.1723) dan firman diatas, “Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiyaa’ : 107)
Bahwa tidak ada rahmat bagi alam semesta kecuali dengan akhlak yang mulia.
Allaahu akbar!

Disisi lain bagaimana kedudukan akhlak dengan ibadah ?
Keduanya berjalan bareng, mesra, selaras, dan serasi. Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Zakat untuk mensucikan dan belajar untuk saling mengasihi. Puasa , kita dilarang berbicara kotor, marah, bahkan ketika diajak berkelahi atau dengan konteks yang lain ada anjuran yang disampaikan Rasulullah dengan mengatakan,”Aku sedang berpuasa”. Haji , disiplin diri yang sangat tinggi bahkan tuntutan kesempurnaan akhlak bagi yang berhaji cukup berat, tidak boleh berbuat kotor, berbuat fasik, berbantah-bantahan, dan tuntutan besar dalam sosial ditengah jama’ah haji yang berdesak-desakan. Hingga ibadah-ibadah yang lain pun demikian. Sampai-sampai dalam doa bercermin saja kita minta untuk dibaguskan akhlaknya. Subhanallaah,kita dapan akhlak dalam setiap ibadah kita.

Akhlak, suatu kedudukan yang sangat tinggi, paling berat timbangannya. Suatu asas yang menjadikan seorang mukmin sempurna imannya.palin dicintai Allah. Paling dicintai Rasulullah. Yang paling banyak memasukkan ke syurga. Ditengah masyarakat pun akan disenangi dengan akhlak pula. Bagi saya sempurna satu kata bernama akhlak.

Dengan urgensi akhlak ini, mari kita berbenah diri memperbaiki akhlak kita masing-masing. Tidak lain yang telah dicontohkan oleh Nabi kita. 


“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)

0 komentar:

Posting Komentar