Sabtu, 18 Januari 2014

Membedah Syair : Keadilan Dunia

Perihal curahan syair kemarin yang saya postingkan rupanya menimbulkan kontroversi bagi sebagian. Saya tidak bermaksud untuk menyakiti siapa-siapa. Saya hanya ingin menghibur teman-teman yang sering remidi padahal mereka sungguh mengorbankan waktunya untuk belajar, ada yang remidi dua kali eh malah divonis tidak lulus, ada yang remidi segunung pula padahal usahanya sungguh luar biasa. Saya tidak tega dengan keluhan manusia normal (apalagi amanah yang ada dipundak selalu mendorong untuk menghibur mereka).

Supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, saya akan membedah syair saya sendiri.


Ada yang berusaha sungguh-sungguh tapi belum sampai mendapatkan yang diinginkan.
Ada yang berusaha setengah-setengah , bahkan tidak
Tapi mendapatkan apa yang diinginkan.
Tidak adil ?
Ya kawan, tidak adil. Ingat kita masih di dunia, belum di akhirat.
Jika dunia tidak bisa memberi keadilan bagimu
Maka sungguh bahwa akhirat bisa memberi keadilan bagimu.
Dunia ini sarana, akhirat adalah tujuan.
Jangan tanggung untuk berproses.
Jangan tanggung untuk syurga.
Jangan tanggung untuk meraih ridho Allah.

Ingat manusia tidak akan bisa memberi keadilan bagimu,
Allah yang memberi keadilan bagimu.
Semoga Allah menolongmu,
Di dunia-Nya dan di akhirat-Nya.

Sebab ku tuliskan syair nasihat ini adalah ketika saya melihat keadaan sosial dalam diri teman-teman seangkatanku yang sedang berada digaris batas bosan dengan kuliah matematik disebabkan usaha yang dilakukan dengan nilai yang didapatkan kurang memuaskan. Sungguh sangat normal jika orang kuliah adalah harapannya nilai yang baik atau bagus, tapi tidak bisa semudah itu (khususnya di pendidikan matematika uns). Tapi kenormalan itu tidak menjadikan suatu alasan untuk membenarkan bahwa ‘selalu’ nilai yang kita kejar. Bahkan harapan dosen paling besar pun , bukan sekedar nilai yang diinginkan dari mahasiswanya tapi juga kematangan akan kefahaman yang dicapai dengan matematika itu.

Ada yang berusaha sungguh-sungguh tapi belum sampai mendapatkan yang diinginkan.
Ada yang berusaha setengah-setengah , bahkan tidak
Tapi mendapatkan apa yang diinginkan.

Dunia seperti ini pun wajar. Ada yang sungguh-sungguh, ada yang memilih porsi sendiri-sendiri akan kesungguhannya, bahkan berlaku dzalim dan curang. Tiap masing-masing semoga tahu sendiri. Namun, jangan dikira keinginan akan terpenuhi semua. Asas ‘man jadda wajada’ bukan berarti asas tersebut membawa hukum seketika langsung jadi. Yang harus kita yakini pertama adalah hasil yang sesuai usaha, kedua adalah rintangan dan ujian yang berlaku dalam asas itu yang menguji kita masih setiakah dengan asas itu atau tidak, yang berimplikasi pada waktu yang kita terima akan asas itu.

Dalam asas itu kita akan jatuh, bukan hanya sekali dua kali walaupun ada yang diberikan seketika oleh Allah. Jadi jangan temen2 itu putus asa. Hasil yang dicapai belum sesuai yang diinginkan adalah yakini bahwa itu masih proses. Hasil adalah Allah yang tentukan. Karena Allah yang menetukannya sehingga Allah sendiri tidak akan menyalahi janjinya, walaupun itu urusan dunia. Harus diingat, bahwa asas ‘man jadda wajada’ adalah benar.

Tidak adil ?
Ya tidak akan adil secara intuisi. Dengan sorot mata dunia. Dengan sorot mata manusia tidak akan adil. Makanya seharusnya tidak akan kita melepas usaha kita daripada kekuasaan Allah itu sendiri.

Ya kawan, tidak adil. Ingat kita masih di dunia, belum di akhirat.
Jika dunia tidak bisa memberi keadilan bagimu
Maka sungguh bahwa akhirat bisa memberi keadilan bagimu.
Dunia ini sarana, akhirat adalah tujuan.

Benar , dunia tidak adil. Karena mindset yang kita terima adalah dari suatu hukum positif manusia. Nilai ujian yang kita dapat dari seorang dosen adalah nilai diatas kertas atas ujian yang kita kerjakan. Hal itu belum memberi kecukupan atas hati kita, bagaimana keadaan kita saat mengerjakan, bagaimana posisi kita dengan amanah lain, dst. Mereka –para dosen- tidak akan bisa menilai ujian sampai zona tersebut. Makanya manusia tidak akan bisa memberi keadilan yang hakiki itu sendiri. Oleh sebab itu, sebenarnya lawan dari implikasi kita dari pemberian manusia adalah pemberian Allah. Dan pemberian Allah dengan keadilannya adalah dunia dan akhirat. Dunia sebagai pemberian untuk kita berproses dan akhirat adalah pemberian dari hasil yang kita usahakan dalam proses di dunia ini. makanya ada syurga ada neraka, pengadilan akhirat, dll. Sehingga apa yang kita yakini seharusnya menjadi sebuah tolak ukur bahwa kita melibatkan akhirat dalam proses di dunia sehingga itulah yang menetramkan hatimu. Jadikan dunia sebagai sarana dan akhirat adalah tujuan.

Jangan tanggung untuk berproses.
Jangan tanggung untuk syurga.
Jangan tanggung untuk meraih ridho Allah.

Dari semua ini tuntunan proses yang diyakini tersebut adalah sebuah kalimat dari lisan ini ‘jangan tanggung untuk sebuah hal yang maksimal’. Melalui proses duniamu , kamu ahrus bisa mencapai syurgamu, dengan melakukan segala kegiatanmu dengan apa yang diridhokan Allah. Setuju ?

Kemudian saya nasihatkan dan doakan kepada diri sendiri dan semua teman-teman seangkatan, dan semua pada umumnya.
Ingat manusia tidak akan bisa memberi keadilan bagimu,
Allah yang memberi keadilan bagimu.
Semoga Allah menolongmu,
Di dunia-Nya dan di akhirat-Nya.

Terima kasih atas nasihat yang diberikan atas syair ini sehingga saya merasa perlu menjelaskan syair ini dengan penjelasan yang menurut apa yang menjadi tujuan saya berfikir.
terima kasih juga saya ucapkan bagi teman-teman yang sudah terhibur dengan nasihat akhirat ini.

Semoga Allah menolong kita sekalian.

0 komentar:

Posting Komentar