15.46.00 -
CURAHAN HATI
No comments
Sakit Tapi Tidak Sakit
Segala puji syukur hanya kepada
Allah yang telah memberiku sakit dengan wajah yang tidak menandakan sakit. Juga
karena sakit adalah obat penawar dosa-dosaku. Beberapa memang telah terjadi
sehingga ini menjadi karakter saya atau suatu habit yang timbul dari suatu
kebiasaan. Ya, sakit tapi tidak menandakan sakit pada ekspresi-ekspresi
layaknya aku sakit.
Kata orangtuaku sendiri saya
adalah orang yang suka menahan sakit, tidak mau blak-blakan atau terus terang
jujur jika sedang sakit. Lebih senang disembunyikan. Apakah saya menyalahkan
kedua orangtuaku yang memang sangat mengenal corakku seperti itu? Tidak. Bahkan
kadang wajah sakitku terlihat menipu
disekelilingku. Ada beberapa kejadian yang
bisa saya ambil sebagai sampel, yaitu sakit selama seminggu waktu smp, saat
saya sakit dirumah budhe, sakit di kos dan ketika masuk rumah sakit.
Yang pertama ketika saya sakit
selama seminggu itu setelah periksa ke dokter. Sakit yang sebelum periksa ke
dokter tidak saya anggap karena saya pun kurang terlalu peduli terhadap sakitku
itu. Sebenarnya saya sudah ada gejala dari sering pusing hingga puncak pada
suatu hari pulang sekolah saya tidak bisa apa-apa karena saking dinginnya dan
pusing yang dirasakan. Akhirnya orangtuaku membawa saya ke dokter dan alhasil
saya terkena gejala tifus. Baru setelah itulah wajah saya menandakan seorang
yang sakit. Akhirnya harus istirahat selama seminggu dirumah dengan makan
nasi
yang sangat halus.
Yang kedua saat dirumah budhe
saya, hal ini saya bicarakan kalau saya sedang sakit tapi agaknya beliau kurang
percaya terhadap sakitku. Akhirnya saya periksa, entah saya sakit apa saya pun
lupa. Hari berikutnya saya masuk sekolah tapi hari berikutnya saya sudah tidak
kuat lagi. Saya ijin pada hari itu dan baru itulah wajah saya menandakan
seorang yang sakit.
Yang ketiga di kos, saya rasa
karena kecapekan terhadap organisasi yang saya geluti apalagi h-1 waktu itu
saya sebagai ketua panitia sebuah acara. H-1 saya sudah sakit dan saya titip
ijin kepada sahabat saya, Fatchul Wachid sekaligus sebagai ketua umum
organisassi yang saya geluti tersebut. Pagi sakit saya masih biasa, hingga agak
siang karena saya tidak kuat lagi terhadap sakit saya kemudian saya telfon
bapak saya untuk memeriksakan saya. Saya dibawa ke dokter tapi setelah itu saya
tidak diijinkan kembali ke kos. Oh… betapa sedihnya hati ini harus meninggalkan
amanah saya sebgai ketua panitia tanpa mengabarkan keadaan saya kepada sahabat
saya (ketum). Saya sedih bagaimana kegiatan nanti berlangsung tanpa komando
seorang pemimpin. Saya sudah coba lobi kepada ayah saya hasilnya jika saya
masih bersikeras maka saya tidak diijinkan ikut organisasi tersebut. Wajah pucat
pasi menyelimuti selama empat hari.
Yang keempat , suatu ketika saya
memang sakit tapi mereka keluarga saya kurang percaya karena redaksi saat itu
saya ikut aliran-aliran yang menurut mereka aneh-aneh menurut kebudayaan Islam
jawa-. Saat itu kakek saya sedang sakit parah, saya disuruh mengajikannya tapi
saya tidak mau. Saya bilang kalau saya sakit dan sulit menegakkan kepala saya. Mereka
tidak percaya dengan asumsi saya hanya mencari alasan tidak mau ikut ngaji
kepada kakek saya tersebut juga wajah saya memang betul tidak menandakan jika
sedang sakit. Akibatnya banyak dari
keluarga mengejek, dan ketika itu ayah saya agak marah kepada saya hingga nenek
dan ibu saya sebagai penengah dengan mengatakan bahwa saya memang sedang sakit
sehingga harus diperiksakan. Saya diperiksakan ayah saya ke dokter. Tanpa disangka
dokter merujukkan bahwa saya harus segera ditangani rumah sakit. Ketika itu
betapa sakit hati saya karena tidak ada yang percaya jika saya sedang sakit. Sebenarnya
dari orangtuaku sendiri sangat mengenal saya bahwa saya bukanlah seorang pembohong
tapi kekuatan diluar lebih kencang. Saya senang Allah menunjukkan jalan keluar
bahwa saya memang benar-benar sakit. Malamnya mendapat kabar bahwwa kakek saya
meninggal.
Dari empat cerita tersebut
sedikit menggambarkan bahwa analisis orangtua saya memang seperti yang
dikatakan. Begitu pun juga saya, saya berat jika harus mengatakan saya sedang
sakit atau sekedar menunjukkan kalau saya sedang sakit. Hari ini saja saya
tidak tahu berapa yang tahu jika saya sakit. Karena sakit saya hari ini harus
mengorbankan beberapa amanah, amanah organisasi, kuliah dan tugas-tugas. Saya tidak
pernah ijin sakit ketika kuliah hanya langsung tidak masuk saja. Saya tidak
ingin mereka tahu kalau saya sedang sakit. Iya kalau mereka percaya kalau
tidak? Iya wajah seorang yang sakit tidak pernah menempel pada saya. Disisi lain
saya memang bersyukur, itulah anugrah yang Allah berikan, seorang yang sakit
tapi tidak menandakan wajah yang sedang sakit pula.
Saya berharap nanti ketika
matipun demikian secara tiba-tiba dan mati dengan wajah yang menandakan bahwa
saya tetap hidup selamanya. Semoga Allah berkenan atas doa ini dan mengampuni
saya juga kepada teman-teman semua. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar