05.28.00 -
KAJIAN
No comments
LOGIKA PERANTARA (bag.1): Logika ala ‘Amr Bin Luhay
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az Zumaar (39) : 3)
Ayat yang mulia diatas telah menjelaskan
kita bahwasanya mereka yang mengambil sesembahan selain Allah menyebut bahwa
mereka tak lain hanya supaya
lebih dekat dengan Allah yaitu dengan mengkultuskan mereka orang-orang yang dianggap dekat dengan Allah sehingga otomatis jika dekat pengkultusan mereka kepada perantara mereka maka semakin dekat dengan Allah. Kemudian logika tersebut oleh ustadz Salim A. Fillah menyebutnya “Logika Perantara”
lebih dekat dengan Allah yaitu dengan mengkultuskan mereka orang-orang yang dianggap dekat dengan Allah sehingga otomatis jika dekat pengkultusan mereka kepada perantara mereka maka semakin dekat dengan Allah. Kemudian logika tersebut oleh ustadz Salim A. Fillah menyebutnya “Logika Perantara”
Bicara soal logika ini tak
lepas dari latarbelakang munculnya logika ini. Lalu bagaimana logika ini
berkembang ?
Jika kita buka kembali shirah nabawiyah
maka akan ditemukan nama ‘Amr bin Luhay. Siapa dia? Dia adalah seorang yang
dianggap ‘alim besar dan tokoh berpengaruh oleh bangsa arab sebelum jauh kelahiran
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu ia mengadakan suatu
perjalannya ke Syam, negeri teladan kemajuan saat itu. Dari Makkah ke Syam,
ibarat dari desa terpencil (kampungan) ke suatu kota peradaban. Oleh karena
tujuan mengambil model kemajuan ia menyoroti penduduk negeri tersebut yang
menyembah berhala. Sekali lagi simple saja tanpa pikir panjang, negeri Syam
yang dianggap model negeri kemajuan dan disitu banyak diturunkan para Nabi
Allah yang mulia maka ia langsung bisa menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah
suatu jalan kebenaran, jalan perantara menuju Allah.
Kemudian ia pulang kembali membawa
oleh-oleh mulia nan suci –menurutnya saat itu- sebagai kunci kemajuan untuk
negerinya Makkah. Ia membawa sebuah berhala, Hubal namanya. Hubal sebagai fisik
berhala dan pemikiran logika perantara-kemusyrikan- sebagai instalan batinnya.
Sebagaimana kita tahu diatas seorang ‘Amr
bin Luhay ini adalah seorang tokoh berpengaruh dan ‘alimnya orang-orang Makkah
maka dengan mudah berhala dan pemikirannya diterima. Akhirnya terkotorilah sisa-sisa
ajaran Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Tidak berhenti sampai disini, karena
Makkah dan penduduknya adalah ikon kesucian ajaran Nabi Ibrahim dan keluarganya
maka dengan otomatis logika perantara tersebut menyebar secara MLM ke seluruh
pelosok dataran Arab hingga ke Yaman. Maka akhirnya muncullah berhala-berhala
perantara menyembah kepada Allah. Manat di Musyallal –tepian Laut Merah-, Lataa
di Thaif, dan ‘Uzza di Wady Nakhlah. (refreshing sedikit ya, saat sekolah dasar
dulu kita sudah mengenal nama ketiga berhala tersebut, nama-nama tersebut
diambil dari nama-nama orang-orang yang shalih dalam legenda penduduk
setempat).
Meneliti lebih jauh lagi, ‘Amr bin Luhay
menemukan berhala-berhala yang diduga peninggalan kaum Nabi Nuh yang ingkar. Ia
menemukan berhala Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr-sekali lagi nama-nama
tersebut adalah potret nama-nama orang shalih- . Lalu berhala-berhala itu
dibawanya untuk menjadikan “sesembahan perantara”. Dengan prestasinya tersebut
ia membangun system sebagai pembaharu agama. Thawaf kepada berhala, bersujud
memohon kepadanya, berhaji, berkorban, bernadzar, dan berbagai ritual-ritual
bodoh menjijikkan, yang saat itu diagungkan oleh masyakat tersebut.
Uniknya apa yang dibawanya hanya
berpengaruh dalam sistem kepercayaan saja tanpa menyentuh kemajuan teknologi di
negeri Makkah dan sekitarnya. Ya… hanya dapat dari pajak-pajak dari tiap musim
ritual oleh para peziarah. Lalu bagaimana dengan negeri kita? Apakah kita juga
menggunakan system ala ‘Amr bin Luhay? Kita bahas nanti saja.
0 komentar:
Posting Komentar