21.53.00 -
SELINGAN
No comments
Mata Air Keluhuran
Sang raja mendatangkan
gadis-gadis cantik ke istananya. Istana pun seketika berubah jadi taman: semua
bunga mekar di sana. Dan terjadilah itu. Sesuatu yang memang ia harapkan:
puteranya jatuh cinta pada salah seorang di antara mereka. Tapi kepada gadis
itu sang raja berpesan, “Kalau puteraku menyatakan cinta padamu, bilang
padanya, “Aku tidak cocok untukmu. Aku hanya cocok untuk seorang raja atau
seseorang yang berbakat jadi raja.”
Benar saja. Putera mahkota itu
seketika tertantang. Maka ia pun belajar. Ia mempelajari segala hal yang harus
diketahui seorang raja. Ia melatih dirinya untuk menjadi raja. Dan seketika
talenta raja-raja meledak dalam dirinya. Ia bisa, ternyata! Tapi karena cinta!
Cinta telah bekerja dalam jiwa anak muda itu secara sempurna. Selalu begitu: menggali
tanah jiwa manusia, sampai dalam, dan terus ke dalam, sampai bertemu mata air
keluhurannya. Maka meledaklah potensi kebaikan dan keluhuran dalam dirinya. Dan
mengalirlah dari mata air keluhuran itu sungai-sungai kebaikan kepada semua
yang ada di sekelilingnya. Deras. Sederas arus sungai yang membanjir, desak
mendesak menuju muara. Cinta menciptakan perbaikan watak dan penghalusan jiwa.
Cinta memanusiakan manusia dan mendorong kita memperlakukan manusia dengan
etika kemanusiaan yang tinggi.
Jatuh cinta adalah peristiwa
paling penting dalam sejarah kepribadian kita. Cinta, kata Quddamah, mengubah
seorang pengecut menjadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi
rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut.Kalau cinta kepada Allah
membuat kita mampu memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada
manusia atau hewan atau tumbuhan atau apa saja, mendorong kita mempersembahkan
semua kebaikan yang diperlukan orang atau binatang atau tanaman yang kita
cintai. Jatuh cinta membuat kita mau merendah, tapi sekatigus bertekad penuh
untuk menjadi lebih terhormat.
Cobalah simak cerita cinta Letnan
Jenderai Purnawirawan Yunus Yosfiah, yang suatu saat ia tuturkan pada saya dan
beberapa kawan lain. Ketika calon istrinya menyatakan bersedia hijrah dari
Katolik menuju Islam, ia tergetar hebat. “Kalau cinta telah mengantar hidayah
pada calon istrinya,” katanya membatin, “seharusnya atas nama cinta ia
mempersembahkan sesuatu yang istimewa padanya.”
Ia sedang bertugas di Timor Timur
saat itu. Maka ia berjanji, “Besok aku akan berangkat untuk sebuah operasi. Aku
berharap bisa mempersembahkan kepala dedengkot Fretilin untukmu.” Tiga hari
kemudian, janji itu ia bayar lunas!
Gampang saja memahaminya.
Keluhuran selalu lahir dari mata air cinta. Sebab, “cinta adalah gerak jiwa
sang pencinta kepada yang dicintainya,” kata Ibnul Qoyyim.
Serial Cinta Ke-5, Ust. Anis Matta
0 komentar:
Posting Komentar