21.29.00 -
KAJIAN
No comments
Hakikat Manusia dalam Islam
A. Konsep Manusia
Manusia
sebagai salah satu makhluk yang mendiami bumi memiliki keunikan yang
menakjubkan. Dibanding dengan makhluk lainnya manusia memiliki persamaan dan
perbedaan yang mendasar, terutama dalam menciptakan kebudayaan dan peradaban.
Manusia
dengan binatang tidak begitu berbeda terutama dari susunan jism-nya dan asupan yang diterima untuk kebutuhan biologisnya. Ilmu
pengetahuan memandang manusia dari segi fisik sebagai bagian dari spesies
binatang.
Hipocrates (460-370 SM) melihat
manusia dimulai dari segi fisik. Dalam diri manusia terdapat empat macam sifat
yang dipengaruhi oleh cairan-cairan yang ada didalamnya, yaitu sifat kering
terdapat di chole (empedu kering),
sifat basah dalam melanchole (empedu
hitam), sifat dingin dalam phlegma
(lendir),sifat panas pada sanguis
(darah). Plato (428-348 SM)
menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri dari tubuh dan jiwa yang
diantara keduanya ada pemisah. Aristoteles
(350 SM), salah seorang murid Plato berpandangan lain. Jiwa manusia adalah
makhluk otonom yang berkembang menjadi lain dan tidak lepas dari tubuhnya.
Yang
membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah kesadaran manusia untuk bebas
memilih dan daya kreatifitasnya. Manusia adalah satu-satunya makhluk di dalam
alam yang telah meraih kesadaran. Kesadaran itu adalah pengalamannya tentang
kualitas dan esensi dirinya maupun dunia, serta hubungan antara dirinya dengan
alam.
Ciri
manusia kedua adalah bahwa manusia bebas untuk memilih bagi dirinya sendiri
yang bertentangan dengan instingnya,
alam, dan masyarakat atau juga bertentangan dengan dorongan-dorongan
fisiologisnya. Iradah menghantarkan
manusia mencapai taraf tertinggi. Dan ciri yang ketiga adalah manusia memiliki
daya cipta (kreatif), ia dapat menciptakan barang-barang dalam berbagai bentuk
dan ukuran yang berbeda, dari artifak yang paling sederhana sampai industry dan
kesenian yang paling sulit sekalipun.
Naturalism
memandang manusia sebagai makhluk kecil diatas alam. Manusia tunduk terhadap
kekuasaan alam. Karena manusia dan makhluk lainnya selalu bergantung dengan apa
yang disediakan oleh alam. Dengan demikian paham naturalis telah memenjarakan
kebebasan memilih, kesadaran, dan daya cipta manusia.
Dengan
demikian, pada dasarnya manusia tidak mampu mencandra dirinya secara benar, karena manusia tidak akan mampu
menopang secara objektif, netral, dan dari luar dirinya. Padahal ketika salah
dalam memahami esensi dan eksistensi manusia, maka akan berimplikasi kepada
pembangunan kebudayaan dan peradaban yang akan jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan itu sendiri.
Untuk
dapat memahami esensi dan eksistensi manusia yang benar dan logis adalaj dengan
memahami kabar dari Pencipta manusia yaitu Allah SWT. Allah SWT menjelaskan
tentang aal-usul, proses kejadian, bentuk fisik, tujuan, fungsi, fungsi
penciptaan dan peranan manusia sebagai berikut.
Asal-usul
manusia adalah dari Adam as yang tercipta dari unsur tanah, sesuai firman
Allah:
Dan
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.(QS. AL
Hijr : 26)
Dalam
perkembangan selanjutnya, proses kejadian manusia adalah dari pertemuan antara
air mani (sperma) laki-laki dengan
sel telur (ovum) wanita yang
mengalami perkembangan yang menakjubkan dalam Rahim seorang wanita. Pada tahap
perkembangan penciptaan manusia didalam Rahim, kemudian Allah meniupkan roh
pada janin manusia. Allah menjelaskan dalam firman-Nya:
Kemudian
Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan
bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. (QS. As Sajdah: 8-9)
Dengan
demikian manusia terdiri dari unsur jasad yang tercipta dari tanah atau lumpur
dan unsur roh atau spirit dari Allah SWT. Tanah atau lumpur dalam bahasa
manusia merupakan symbol dari kerendahan, kenistaan, dan kehianaan, dan tidak
ada yang lebih hina dan kotor daripada lumpur diaman manusia diciptakan.
Kemudian Tuhan dihadapan manusia adalh Zat yang MAha Sempurna dan Maha Suci.
Dan bagian yang paling suci serta paling sempurna adalah roh. Akan tetapi roh
Yang maha Suci adalah roh Yang Maha Sempurna, dimana roh manusia berasal dari
spirit Allah SWT. Jadi manusia merupakan gabungan dari debu dan roh suci,
terbentuk dari dua dimensi yang berbeda.
Selain
keistimewaan tersebut diatas, manusia juga merupakan murid utama Sang Pendidik
alam. Artinya, hanya manusia yang diberi ilmu pengetahuan oleh Allah SWT, dan
hanya manusia yang dibekali kemampuan akal untuk memberi nama-nama, melakukan
identifikasi, konseptualisasi, dan teorisasi. Dan keutamaan manusia, kekuatan iradahnya sehingga manusia merupakan
satu-satunya makhluk yang dapat bertindak melawan kemauan instingnya, sedangkan
hewan dan tumbuhan tidak mampu melakukannya.
Aspek
jasad manusia diterangkan dalam Al Quran dengan menggunakan sebutan Basyar,
seperti dalam firman Allah:
Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan
menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam
kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu,
Dia Makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan
Sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya
bila demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi. (QS. Al
Mukminun : 33-34)
Sedangkan
dimensi insan didalam Al Quran, menurut Muslim Nurdin memiliki makna yang luas,
diantaranya:
1. Dalam
konteks ilmu, manusia didorong untuk menguasai pengetahuan seluas-luasnya.
Karena orang yang berilmu akan memilki posisi yang penting dan memiliki derajat
yang paling baik daipada makhluk yang lainnya.
2. Manusia
memiliki musuh, yaitu syetan yang selalu berusaha menarik manusia untuk
menyimpang dari nilai-nilai, dan norma-norma ilahi.
3. Manusia
sebagai pemikul amanah, yaitu sebagai khalifah atau wakil Allah dimuka Bumi.
4. Manusia
dalam konteks kemanfaatan waktu untuk berdisiplin dan kesadaran serta
kreatifitas yang membawa manusia pada keunutngan materi dan rohani.
5. Manusia
dalam hubungan dengan karya nyatanya.
6. Mannusai
dalam hubungannya dengan ketentuan moral.
(Nurdin,
1995: 12-13)
Dimensi Basyar dan insan merupakan sosok manusia yang berperan menjadi makhluk
individu, sedangkan annas adalah status manusia sebagai makhluk social.
Manusia
dilahirkan membawa fitrahnya. Potensi
fithrah manusia terdiri dari potensi
fisik dan potensi ruhani. Potensi ruhani pada manusia adalah nafsu, akal, dan qalbun.
a. Nafsu
Hawa Nafsu adalah suatu kekuatan yang mengaktifkan manusia untuk
mendapatkan keinginannya. Dengan nafsu manusia mampu menjaga eksistensinya.
Namun, nafsu yang cenderung mendorong manusia berbuat keburukan atau lebih
memilih perbuatan bebas nilai akan membahayakan dirinya bahkan menghancurkan
keberadaannya. Untuk mengendalikan nafsu, manusia memanfaatkan akalnya. Dan
akal inilah yang mengarahkan nafsu manusia menjadi kekuatan yang mulia. Al
Farabi, Ibnu Sina, dan Imam Ghazali membagi nafsu (jiwa) menjadi tiga : Jiwa
nabati (tumbuh-tumbuhan), Jiwa hewani (binatang), dan Jiwa Insani. Jiwa nabati
adalah kesempuranaan awal bagi benda alami yang organis dari segi makan,
tumbuh, dan melahirkan. Jiwa hewani adalah, disamping memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki
daya untuk mengetahui hal-hal yang kecil dan merasa (instink). Sedangkan jiwa insani mempunyai kelebihan dari dari segi
daya berfikir (al nafs al nathiqah atau
al nafs al insaniyah). Karena manusia terdiri dari tiga nafsu tersebut,
maka pada diri manusia berkumpul berbagai macam sifat dan keadaannya. Apabila
manusia menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturut ajakan
syaithan, maka ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Firman Allah:
Dan aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, (QS. Yusuf : 53)
Ketika manusia dapat menentang dan melawan sifat-sifat tercela,
namun disaat yang berbeda tidak dapat melepaskan dirinya dari perbuatan
tersebut, maka ia akan selalu menyesali atas perbuatannya, dan ini disebut
dengan jiwa menyesal. Allah SWT berfirman:
Dan aku
bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri) (QS. Al
Qiyamah : 2)
Dengan demikian didalam jiwa manusia terdapat beberapara
ambivelen, yaitu potensi baik dan buruk, karena jiwa terletak pada pertarungan
antara baik dan buruk, mana yang lebih dominan maka dialah yang akan
mempengaruhi jiwa dan perilaku manuisa.
b. Akal
Akal dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau
intelek (intellect) dalam bahsa
Inggris. Dalam bahasa Indonesia berarti pikiran atau rasio adalah daya berfikir
yang terdapat dalam otak. Sedangkan dalam Al Quran akal diartikan dengan
kebijaksanaan (wisdom), intelijensia,
dan pengertian (understanding).
Dengan demikian Al Quran meletakkan akal bukan hanya pada aspek rasio, tetapi
juga rasa, bahkan jauh lebih dariitu akal diartikan dengan hikmah atau
kebijaksanaan.
c. Al Qalb
Al Qalb, artinya berubah, berbalik, atau
berpindah. Ada dua pengertian Al Qalb, yang pertama pengertian fisikatai kasat
mata, yaitu sebentuk daging bulat panjang yang terletak di dada sebelah kiri
yang disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian wilayah
ruhani yang halus bersifat ketuhanan, yaitu merupakan hakikat manusia yang
menjadi sumber pengetahuan atau kearifan manusia, dan hati inilah yang mampu
menggerakkan aktifitas jasadi. Dalam sebuah hadits , Rasulullaah SAW bersabda:
“Sesungguhnya didalam tubuh ada segumpal darah,
dan apabila baik maka baik seluruh tubuhnya. Dan apabila rusak maka rusak pula
seluruh tubuhnya, dan itu adalah hati.” (HR. Muslim)
Ibnu Qayyim membagi hati menjadi tiga keadaaan:
Pertama,
Hati yang selamat (qalbun salim)
yaitu hati yang senantiasa cenderung kepada ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah
SWT. Kedua, hati yang mati (qalbun mayyit)
adalah hati yang selalu ingkar kepada Allah, membangkang, dan menolak
kebenaran. Ketiga, hati yang sakit (qalbun
mariidh) yaitu hati yang bimbang, yang kadang-kadang cenderung kepada
ketaatan dan kebenaran, namun diwaktu lain cenderung mengajak kepada
kemungkaran dan kemaksiatan, tergantung mana yang lebih dominan menguasai hati.
Jadi
manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mengembangkan, menjaga dan memadukan
aspek ruhani berupa potensi akal, nafss,
qalb dengan aspek jasadi.
Murtadha Mutahhari membagi
manusia menjadi enam dimensi. Dimensi
pertama, secara fisik manusia hamper sama dengn hewan, membutuhkan makan,
istirahat, dan menikah, supaya ia dapat hidup, yumbuh, dan berkembenag. Dimensi kedua, manusia memiliki sejumlah
emosi yang bersifat etis, yaitu dengan memperoleh keuntungan dan menghindari
kerugian. Dimensi ketiga, manusia
mempunyai perhatian terhadap keindahan atau estetika. Dimensi keempat, manusia memiliki dorongan untuk menyembah Tuhan. Dimensi kelima, manusia memiliki
kemampuan dan kekuatan berlipat ganda karena dikaruniai akal, pikiran, dan
kehendak bebas, sehingga ia mampu melawan hawa nafsu dan dapat menciptakan
keseimbangan dalam hidupnya. Dimensi
keenam, manusia mampu mengenali dirinya sendiri. Jika ia sudah mampu
mengenali dirinya sendiri, maka ia akan mencari dan ingin mengetahui siapa
penciptanya, mangapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana proses
penciptaanya, dan untuk apa ia diciptakan. (dalam Mansoer, 2004: 34)
B. Tujuan Penciptaan, Fungsi, dan Peranan Manusia
Allah
menciptakan manusia sebagai penguasa (khalifah)
di bumi bertujuan agar manusia menyembah Sang Khalik, yaitu Allah SWT. Ibadah dalam
pengertian yang sempit , hanya dalam ruang ibadah ritual saja seperti shalat.
Ibadah diartikan sebagai sebuah ketundukan,
ketaatan, dan kesetiaan manusia pada aturan Allah dalam kehidupan di dunia
dalam wujud ibadah mahdhah (hubungan
vertikal) yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, dan ibadah ghairu mahdhah (hubungan horisontal) yaitu hubungan manusia
dengan manusia dan alam semesta.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku
makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan
lagi sangat kokoh. (QS. Adz Dzariyat : 56-58)
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka
berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali
(perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah
dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian
itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. (QS. Ali
Imran : 112)
Ikhlas
itu adalah meniatkan segala aktivitas diri hanya ditujukan kepada Allah semata.
Tanpa dilandasi dengan rasa ikhlas atau sukarela akan menghambat dan
tertolaknya amal ibadah seseorang.
Tujuan
manusia yang ingin dicapai sebagai khalifah bumi adalah kebahagiaan dunia dan
akhirat. Namun kebahagiaan itu sendiri tidak serta merta dapat diraih dengan
mudah, banyak ujian yang harus dijalaninya. Semuanya itu adalah sunatullaah,
karena dengan ujian-ujian tersebut akan tersaring mana hamba-hamba yang tetap
istiqamah memegenag janjinya kepada Allah untuk menjalankan ajaranNya dalam
rangka memperkembangkangkan kepribadian, budaya, masyarakat, dan peradabannya,
dengan hamba-hamba yang mendapatkan kenikmatan hidup di dunia dan di akhirat
hanya hamba yang memperoleh ridha Allah. Dalam Al Quran Allah SWT berfirman:
Padahal tidak ada seseorangpun memberikan
suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu
semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia
benar-benar mendapat kepuasan. (QS. Al Lail: 19-21)
Sayyid Quthb dalam
tafsir Fii Dzilalil Quran pada QS. Al Baqarah ayat 30-39, menyimpulkan bahwa
ada dua prinsip utama tentang konsepsi dan realitas tentang manusia yaitu pertama,
manusia adalah tuan (penguasa) di
muka bumi. Artinya semua yang ada di muka bumi diciptakan untuk kepentingan
hidup manusia. Karena itu manusia tidak pantas menghambakan diri atau
merendahkan diri demi mendapatkan nilai material atau sesuatu yang bersifat
materi. Kedua, manusia memiliki
peranan utama dalam mengelola dan memelihara bumi. Dalam menjalankan peranannya
manusia dituntut mampu mentarbiyah diri, keluarga, dan sekaligus memberikan
pencerahan kepada oranglain.
C. Tanggungjawab Manusia sebagai Hamba dan
Khalifah Allah
Manusia
sebagai khalifah dalam menjalankan peranannya tidak hanya untuk dirinya, namun
manusia juga berkewajibn mengajak berssama dengan masyarakat menghambakan
dirinya kepada Allah.
Tanggungjawab
manusia kepada dirinya adalah dengan cara menjaga perilakunya dari perbuatan
tercela dan tazkiyatun nafs (mensucikan diri). Tanggungjawab manusia kepada
masyarakat adalah dengan menjalankan norma-norma agama di masyarakat dalam
wujud membela keadilan, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dan berperan aktif
mensejahterakan kehidupan manusia.
1.
Tanggungjawab Manusia sebagai Hamba Allah
Allah
adalah Khaliq sedangkan manusia merupakan makhluk. Manusia dihadapan Allah
berkedudukan sebagai hamba (‘abdun), yang mengandung arti ketaatan, tunduk, dan
patuh. Allah SWT berfirman:
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, (QS. Al
Baqarah :21)
Tujuan
utama dari penghambaan manusia kepada Tuhan adalah untuk mendapatkan kedudukan
taqwa.
2.
Tanggungjawab Manusia sebagai Khalifah Allah
Terpilihnya
manusia sebagai khalifah dimuka bumi merupakan takdir Allah, dan Allah telah
penciptaan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna disbanding makhluk
lainnya.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. At Tiin : 4)
Kesempurnaan
penciptaan manusia didasari dengan kepemilikan sumber-sumber ilmu dan amal
perbuatan yang diberikan oleh Allah berupa hati, akal, telinga, mata, dan organ
tubuh lainnya. Dengan perangkat-perangkat tersebut manusia diserahi
tanggungjawab sebagai khalifah dan ‘abdun. Dua tanggungjawab itulah yang akan
menjadikan manusia mendapatkan kemuliaan atau kehinaan.
Dengan
demikian pantas dan wajar apabila kelak Allah meminta pertanggungjawaban
manusia atas segala nikmat yang telah diterimanya.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al
Israa’ : 36)
0 komentar:
Posting Komentar