21.15.00 -
KAJIAN
No comments
Konsep Ketuhanan dalam Islam
A. Filsafat Ketuhanan Dalam Islam
Filsafat
adalah pengetahuan tentang yang benar (knowledge
of truth) yaitu usaha menemukan dan menggali kebenaran secara radikal,
menerangkan sesuatu yang benar, baik, dan indah.
Filsafat menggunakan
instrument akal, sedangkan agama melalui perangkat wahyu dari Tuhan dan Nabi
yang kemudian diimani dan direnungkan sehingga ditemukan suatu kebenaran
mutlak. Objek materi filsafat dan agama adalah sama, yaitu mencari kebenaran,
kebaikan,dan keindahan. Ada dua objek kajian di dalam mempelajari filsafat,
yaitu objek forma dan objek material.
Pembicaraan
tentang ketuhanan dalam filsafat berlanjut ke dalam lingkup filsafat Islam
karena pengaruhnya yang kuat dari filsafat Yunani. Didalam kedua ajaran
filsafat itu, ajaran tertinggi adalah filsafat tentang Tuhan, seperti
dinyatakan Plotinus dan al-Kindi. Kedua tokoh ini menyatakan, filsafat yang
termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama yaitu ilmu tentang yang Benar Pertama, yang menjadi sebab
bagi segala yang benar. (Harun Nasution: 178:15)
Tuhan
menurut al-Kindi adalah pencipta dan alam tidak kekal di zaman lampau (qadim).
Tuhan (ilah) adalah sesuatu yang dipentingkan
(dianggap penting oleh manusia) dengan sadar atau tidak sadar dirinya dikuasai
oleh kepantingan-kepentinagn tersebut.
Didalam
ajaran Islam ditegaskan bahwa kalimat Laa
ilaaha illa Allaah adalah suatu bentuk nafy
atau peniadaan tuhan ilah dan itsbat atau penetapan bahwa yang ada
hanyalah Allah –Subhanallaahu wa ta’aalaa-.
Tauhid
adalah ajaran Islam yang menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya tempat
bergantung semua kehidupan, manusia, jin, malaikat, zat, partikel,
benda-benda). Pendek kata, semua ciptaan Allah, baik yang makro maupun mikro,
yang ghaib dan yang nyata, yang hidup dan yang mati, bergantung kepada Allah,
Dia-lah tempat bermula dan kembali. Jadi dapat dikatakan bahwa Dia-lah yang
tunggal, tempat bergantung dan bermuara ciptaannya, dan sesuatu yang bergantung
tidak dapat dibayangkan tanpa adanya tempat ia bergantung (Fazlu
Rahman,1983:5). Karena Dia-lah satu-satunya, maka tidak ada yang menandingi
selain Allah. Oleh sebab itu, manusia diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya.
“Sesungguhnya Akulah Allah, tidak ada ilah
(tuhan) melainkan Aku, oleh karena itu sembahlah Aku dan dirikanlah shalat
untuk mengingatku.” (QS. Thaha : 14)
“…Maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki, dan
perempuan…” (QS. Muhammad : 19)
3 t“…Sembahlah Allah, sekali-sekali tidak
ada Tuhan bagimu selain-Nya…” (QS. Al A’raf : 85)
“…Tuhan kamu Tuhan Yang Maha Esa…” (QS. An
Nahl : 22)
“…Inilah Dia Tuhan kamu dan Tuhan bagi Musa,
tetapi dia lupa…” (QS. Thaha : 88)
“…Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang…” (QS. Al Baqarah : 163)
“Sesungguhnya
Allah Tuhan Yang Maha Esa. Maha suci Allah dari mempunyai anak” (QS. An
Nisa’ : 171)
Allah
–subhanallaahu wa ta’aalaa- selain sebagai Zat Yang Tunggal atau Esa juga
mempunyai sifat-sifat (al-asma al-husna). Sifat-sifat Allah berjumlah Sembilan
puluh Sembilan seperti dalam Al Quran.
“Allah
mempunyai al Asma’ al Husna, maka bermohonlah kepada-Nya…” (QS. Al
A’raf: 180)
Konsep
tentang Tuhan melahirkan aliran –aliran pemikiran seperti, teismus, deismus,
ateismus, dan agnocticismus. Problema tentang hubungan antara Alam (termasuk
manusia) dengan Tuhan melahirkan pemikiran determinisme,
indeterminisme (Free Will and Free Act), predestination, dan pantheisme.
(Depag, 1997: 196-197). Perkembangan pemikiran agama itu terjadi diberbagai
wilayah baik di dunia Barat maupun di dunia Islam.
a.
Pemikiran barat
1) Dinamisme: yaitu kepercayaan bahwa benda-benda
mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh kepada manusia. Kekuatan itu tidak bisa
dilihat secara inderawi tetapi pengaruhnya dirasakan oleh manusia, baik
pengaruh positif maupun negative.
2) Animisme: yaitu kepercayaan bahwa bend-benda
yang baik mempunyai roh. Roh ini dipercaya sebagai sesuatu yang aktif meskipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu
hidup sehingga memiliki rasa senang atau tidak senang dan mempunyai
kebutuhan-kebutuhan.
3) Politeisme, yaitu kepercayaan kepada dewa-dewa
sebagai bentuk dari roh yang lebih dari yang lain, karena kepercayaan dinamisme
dan animism dianggap tidak memberikan kepuasan karena terlalu banyak yang
menjadi sanjungan dan pujaan.
4) Henoteisme, yaitu kepercayaan kepada satu Tuhan
untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional, dari sudut filsafat
kepercayaan ini terbagi menjadi tiga paham, yaitu:
a.
Deismus, adalah
pandangan bahwa Tuhan adalah pencipta alam tetapi setelah alam diciptakan Tuhan
tidak ikut andil dalam dan bertanggungjawab didalamnya. Manusia dan alam
ciptaanlah yang berlanggunngjawab.
b.
Teismus, adalah
pandangan yang mempercayai adanya Tuhan dan Tuhan adalah pencipta alam
sekaligus pemeliharanya, menurutnya Tuhan adalah wujud tertinggi Yang Maha
Sempuran dan Absolut. Dia berada diluar dan didalam. Jadi ada interaksi antara
Tuhan dengan Alam.
c.
Panteisme, adalah
pandangan bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam.
Pan artinya seluruh, theo artinya Tuhan dan ismus-isme artinya paham. Panteisme
berbeda dengan paham wihdatul wujud, dalam pandangan ini alam bukan Tuhan
tetapi bagian dari Tuhan. (Harun Nasution, 1987 : 93)
Tuhan
didalam kehidupan manusia modern sudah dilupakan dan tidak dilibatkan secara
kausalitas dalam kehidupannya. Manusia sudah mengganti Tuhan Yang Maha Esa
dengan tuhan-tuhan yang menguasai hawa nafsunya demi kepentingan dunianya,
sehingga terjadilah pemisahan antara agama dengan kehidupan. Hal inilah yang
kemudian lebih dikenal dengan istilah sekulerisme.
Sekulerisme pertama kali diperkenalkan oleh
George Jacob Holyoake pada tahun 1846. Menurutnya, Secularism is an atjical system fonded on the principle of natural
morality and independent of revealed religion or supernaturalism.
(Sekulerisme adalah suatu system etik yang didasarkan pada prinsip moral
alamiah dan terlepas dari agama wahyu atau supernaturalis), (Encyclopedia
Americana : 1980 : 521) Bahkan konsepsi tentang Tuhan di dalam sejarah manusia
juga melahirkan pandangan agnotisisme.
Agnoticisme secara etimologi berasal dari bahasa
yunani, terdiri dari kata a artinya
tidak dan gnotikios / Gignoskos /
gignoskein yang artinya pengetahuan. Secara umum dapat didefinisikan
sebagai, The Belief that we can not have
knowledge of God and that is impossible to prove that God exist or does not
exist (Keyakinan bahwa kita tidak akan dapat mnegetahui Tuhan dan mustahil
membuktikan bahwa tuhan itu ada atau tidak ada). (Petr A. Angeles, 1981 : 6)
b.
Pemikiran Tuhan menurut Islam
Pandangan Islam tentang monotheisme meniscayakan adanya berbagai
pemahaman didalamnya yaitu ajaran yang telah dipesankan oleh Allah
–subhanallaahu wa ta’aalaa- sebagai Zat Monotheisme
atau tentang filsafat Pertama dan Keesaan-Nya (Sifat-sifat-Nya) dan berakhir dengan bemda-benda alam.
Dalam konteks inilah berbagai macam pandangan Islam menyangkut berbagai system
tersebut muncul didalam sejarahnya,
1) Golongan Asy’ariyah
mengatakan bahwa kepercayaan tentang Tuhan tidak lain adalaj melalui akal.
Kalau kita memperkirakan tentang alam ini baru, maka ia mesti ada pembuatnya
yang baru, dan pembuat ini membutuhkan kepada pembuat yang lain dan begitu
seterusnya sampai tidak berkesudahan.
2) Mu’tazilah, menganalisis ketuhanan memakai
bantuan ilmu logika Yunani, satu system teologi untuk mempertahankan kedudukan
keimanan, sehingga kelompok ini cenderung rasionalis dalam memahami semua
ajaran dan keimanan dalam Islam.
3) Hasywiyah mengatakan bahwa jalan mengetahui
Tuhan ialah sama’ (pendengaran,
riwayat, bukan dengan akal pikiran).
4) Jabbariyah, mengatakan bahwa Tuhan adalah
penentu semua tingakah laku manusia.
5) Qadariyah, mengatakan bahwa Tuhan memberikan
kekuasaan kepada manusia untuk menetukan kebebasan dalam berkehendak dan
berbuat.
Konsep
Tuhan menurut Agama-agama Samawi
Akal
juga memiliki peranan yang sangat sentral dalam menentukan pemahaman manusia
tentang Tuhan sebagaimna pentingnya hati di dalam mengklaim kebenaran agama
seseorang, karena agama diturunkan sebagai pedoman yang diterima melalui
kepercayaan atau keimanan lewat hati seseorang, sedangkan akal didalam agama
berfungsi sebagai alat penyeimbang atau mempertegas kebenaran yang diyakini
oleh hati.
Konsep ketuhanan didalam ajaran para
nabi sudah termaktub didalam sistemajarannya, para nabi sejak Adam as sampai
Muhammad Saw memiliki kesamaan iman dan persepsi tentang Tuhan karena mereka
adalah orang-orang yang dipilih Tuhan dalam satu misi, yaitu tauhid meskipun
kitabnya berbeda (Zabur, Taurat, Injil)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama
kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah tuhanmu, maka sembahlah Aku” (QS. Al
Anbiya’ : 92)
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata: ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra maryam’, padahal Al Masih
(sendiri) berkata: ‘Hai Bani Israil. Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang mengatakan: Bahwasanya Allah salah seorang yang tiga padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang yang kafir
diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”. (QS. Al
Maidah : 72-73)
Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al
Ikhlas 1-4)
Tuhan
didalam agama-agama wahyu adalah Allah. Al Quran sendiri menyebutnya demikian.
Allah adalah sebutan yang tepat bagi objek
pertanda yang disembah oleh orang Islam, tidak dengan sebutan lain seperti
Tuhan, Dewa, Sang Hyang, dan sebagainya. Karena kesamaan “objek pertanda” (Yang Disembah) dalam ajaran meraka satu yaitu
tauhid.
Pembuktian
wujud Tuhan
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al
Isra’ : 85)
Dari
memikirkan tentang penciptaan ciptaan-Nya itu maka secara implisit manusia
dituntut untuk selalu meningkatkan kecerdasan potensialnya (rasional dan
emosional) yaitu menemukan kebenaran (al
Haq), kebaikan (al Husn),
keindahan (al jamil / al Badi’). Yang
semuanya ada pada sifat-sifat Allah –subhanallaahu wa ta’aalaa.
Untuk
membuktikan wujud Tuhan, al kindi menggunakan tiga jalan, yaitu baharunya alam,
keanekaragaman dalam wujud (katsrah fil
maujudat), dan kerapian alam. Sedangkan eksistensi Tuhan menurut David Hume
adalah persoalan fakta (Matter of fact),
oleh karena itu tak dapat dibuktikan secara apriori melainkan didapat dari
pengalaman dengan satu argumentasi “Sebab Akibat”. Keberadaan uhan itu dapat
dibuktikan dengan Argument of Design,
dimana memandang dunia sebagai suatu susunan mekanik yang menguatkan
kemahakuasaan penciptanya. (John Cottingham, 1987: 102). Sedangkan menurut Ibnu
Rusyd dalam hal ini mengemukakan dalilnya yang dikenal dengan “Dalil Nidham”, yang disebut juga dalil “Inayah wa al Ihktira’” atau
(Pemeliharaan dan Penciptaan). (Syeikh Nadim al Jisr, 1999: 133)
a.
Dalil Inayah, adalah teori yang mengarahkan
manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman
alam untuk manusia, karena alam ini terjadi bukan dengan kebetulan, tetapi
diciptakan dengan rapid an teratur atas ilmu dan kebijaksanaan sebagaimana
ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan modern.
Tidakkah
kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah
tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS.
Luqman : 20)
b.
Dalil Ikhtira’
, adalah teori yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah Swt
melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam
seperti yang ditunjukkan Al Quran,
Maka
Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu
hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka, (QS. Al Ghasiyah : 17-22)
Dalam dalil ikhtira’ manusia
juga dituntut untuk menemukan atau sesuatu menurut kemampuannya, (ikhtira’) artinya mencipta sesuatu yang
baru (Al-Munawir, 1997: 333)
c.
Dalil logika
/ ilmu Kalam, bahwa tidak ada yang tidak ada, karena tidak ada itu ada,
artinya tidak ada itu keadaan yanga da.
d.
Ma’rifatullaah melalui
Fikr dan Dzikr
Berdasarkan
dari proses berfikir secara induktif, yaitu berfikir dari hal-hal yang khusus
dan bertindak yang konkrit inilah maka manusia akan sampai pada
kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum akan diperoleh suatu kebenaran,
kebaikan, dan keindahan yang bersifat absolut yang ada pada tuhan sebagai “The Ultimate Reality”. Didalam logika
Islam proses seperti itu dikenal dengan istilah “al Isytisyhad bi al Syahid ‘alal Ghaib” (Mengajukan bukti-bukti
empiris untuk menetapkan adanya realitas ghaib).
B. Keimanan dan Ketaqwaan
1.
Pengertian Iman dan Taqwa
Iman menurut bahasa berarti percaya.
Menurut istilah, iman adalah meyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan
diwujudkan dalam perbuatan. Taqwa
adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam
Surat Al Baqarah 177 Allah menjelaskan karakteristik orang-orang yang bertaqwa:
a. Iman
kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi. Indicator ini bermakna
menjaga integritas rukun iman yang enam.
b. Memberikan
harta yang dicintainya kepada para karib kerabat, anak yatim, orang-orang
miskin, orang yang kehabisan bekal di perjalanan, orang-orang yang
meminta-minta, dan orang-orang yang memerdekakan hamba sahaya / budak.
Indicator ini menampilkan sikap solidaritas kemanusiaan, kecintaan pada sesame,
yang diwujudkan dalam kesanggupannya untuk menanggung beban derita saudaranya.
c. Menegakkan
shalat dan menunaikan zakat. Indicator ini meneguhkan kedisiplinan ibadah
formal baik ynag bersifat ritual hablun minallaah maupun social / hablun
minannaas.
d. Menepati
janji. Indicator ini menuntut kekuatan manusia pada komitmennya baik kepada
sesame maupun kepada Tuhannya.
e. Sabar
disaat kesempitan, kepayahan, penderitaan bahkan saat perang. Artinya,
indicator ini menuntun konsistensi semangat perjuangan dalam mengamalkan ajaran
agamanya, baik disaat senang dan lapang maupun disaat susah dan penuh
kesempitan.
2.
Wujud Iman
Perwujudan
iman didalam pelaksanaannya tercantum dalam rukun iman yang enam yaitu:
-
Iman kepada Allah
-
Iman kepada malaikat Allah
-
Iman kepada Kitab Allah
-
Iman kepada Rassul Allah
-
Iman kepada Hari Akhir
-
Iman kepada Qadha dan Qadar
3.
Proses terbentuknya iman
Keimanan
adalah merupakan nikmat dan hidayah dari Allah yang tidak bisa diperkirakan
dengan akal proses terbentuknya. Namun secara umum manusia mempunyai fitrah
yang sama yang diberikan oleh Allah berkaitan dengan masalah keimanan. Dalam
Surat Al-A’raf ayat 172 diterangkan bahwa Allah sudah mengambil persaksian
kepada setiap janin yang masih ada dalam kandungan bahwa Allah sebagai Tuhan
dan setiap janin menyaksikannya.
Jadi setiap manusia yang akan
lahir sudah dibekali keimanan oleh Allah sehingga nanti tidak bisa mengelak
dari pertanggungjawaban di hari akhirat. Pembentukan dan pemeliharaan iman
tergantung dari usaha yang dilakukan oleh manusia. Kalau dia mau belajar maka
akan tumbuh keimanannya, tetapi kalau tidak maka akan hilang keimanannya.
Seperti yang diterangkan dalam Surat Ar Ra’du ayat 11, Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri tidak mau merubahnya.
4.
Tanda-tanda Orang Beriman
Dalam
Surat Al Mukminun ayat 2 sampai 9, menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman
adalah sebagai berikut:
-
Orang yang khusyu’ dalam shalatnya
-
Orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan
perkataan yang tidak berguna
-
Orang yang menunaikan zakat
-
Orang yang menjaga kemaluannya
-
Orang yang memelihara amanat dan janji
-
Orang yang memelihara shalatnya
5.
Korelasi antara Keimanan dan Ketaqwaan
Orang yang
mengaku beriman dituntut untuk beramal shalih. Semakin banyak amal shalih yang
dikerjakan semakin tinggi keimanannya. Dan sebaliknya semakin sedikit amalnya
seseorang maka makin rendah tingkat keimanan orang tersebut.
Semakin
tinggi tingkat keimanan seseorang semakin tinggi pula tingkat ketaqwaannya,
karena pada dasarnya orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman. Orang yang
bertaqwa itu sudah pasti orang yang beriman tetapi orang beriman belum tentu
orang yang bertaqwa. Adakalanya orang beriman belum tentu beramal shalih tetapi
orang bertaqwa pasti beriman dan beramal shalih.
C. Implementasi Iman dan Taqwa dalam Kehidupan
Modern
1.
Problematika dan Tantangan Kehidupan Modern
Azyumardi
Azra menunjukkan bahwa era modern merupakan masa kritis terberat yang pernah
dihhadapi umat Islam dalam sejarahnya. Krisis ini muncul bukan hanya karena
suasana malaise dikalangan umat
Islam, namun terutama karena kontak dengan kekuatan politik dan militer
imperialism eropa yang terus menguat sejak akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19
masehi.
Disamping
itu, keterbukaan peradaban dunia yang didukung oleh kemajuan teknologi
informasi, telah membawa peradaban baru luar Islam masuk ke dalam sisi paling
pribadi masyarakat muslim. melalui TV misalnya, gaya bebas hidup diseluruh
dunia dapat massuk ke bilik pribadi anak-anak muslim, iklan sinetron, dan
perfilman televise yang ditayangkan secara pornografis selallu muncul dihadapan
generasi muda bangsa.
Dengan
realitas yang demikian, orang Islam hidup berdampingan langsung dengan orang
Barat, berkomunikasi, dan menyaksikan pola dan gaya hidup baik langsung maupun
tidak langsung. Pada situasi dan kondisi Islam sebagai sebuah ajaran harus
berhadapan langsung dengan kenyataan-kenyataan
yang ada pada budaya lain dan hal itu seringkali berbenturan dengan
nilai-nilai ajaran syariat Islam. Kenyataan tersebut memberikan masalah
(problem) dan tantangan yang harus dijawab oleh masyarakat muslim sendiri
dengan karakter yang khas dari ajaran dan nilai-nilai syariat Islam, yaitu
meningkatkan dan mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sebagai
ontrol yang paling kuat dalam kehidupannya.
Orang
Islam harus mampu menyatakan iman dan amal atau konsep keyakinan dengan aksi,
juga fikiran dan perbuatan. Artinya, yakin dan percaya kepada kekuasaan Allah
melalui fikiran dan mengamalkannya dalam aktualisasi perbuatan. Oleh karena itu
seseorang baru dinyatakan beriman dan bertaqwa apabila sudah mengucapkan
kalimat tauhid (laa ilaaha illa Allaah;
Tiada Tuhan selain Allah) dan kemudian diikuti dengan mengamalkan semua
perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya.
2. Implementasi
Keimanan dan Ketaqwaan dalam menjawab Problematika dan tantangan Kehidupan
Modern
Dengan berbekal
penghayatan keimanan dan ketaqwaan, seorang muslim diharapkan memiliki
keteguhan pribadi yang kuat dalam keadaan, waktu, maupun lingkungan yang
bagaimanapun. Rasulullah bersabda: “Bertaqwalah
kamu kepada Allah bagaimanapun keadaan kamu, dan ikutilah perbuatan yang buruk
dengan kebaikan maka akan menghapusnya, dan berbudilah kepada sesame manusia
dengan akhlak yang baik.” (HR. Turmidzi)
Allah
berfirman:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka
berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali
(perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah
dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian
itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. (QS. Ali
Imran :112)
Secara
lebih detail pengaruh iman dan taqwa terhadap kehidupan manusia mempunyai
pokok-pokok manfaat sebagai berikut:
a) Iman
melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
b) Iman
menanamkan semangat berani menghadapi maut
c) Iman
menanamkan sifat “self help” dalam kehidupan
d) Iman
memberikan ketentraman jiwa
e) Iman
mewujudkan kehidupan yang baik
f) Iman melahirkan
sikap ikhlas dan konsekuen
g) Iman
memberikan keberuntungan
h) Iman
mencegah penyakit
0 komentar:
Posting Komentar