07.19.00 -
KAJIAN
No comments
Islam Menjamin Bangsa yang Bangkit
Di dunia ini, tiada satu pun ideologi yang
dapat memberikan apa-apa yang dibutuhkan oleh umat yang sedang bangkit,
menyangkut sistem perundang-undangan kaidah-kaidah hukum, maupun
kelemahlembutan perasaan dan kepekaan moral sebagaimana yang diberikan oleh
Islam.
Al-Qur'an Al-Karim sarat dengan berbagai
gambaran tentang aspek-aspek tersebut.
Guna memperjelas pengertian, ia menyajikan gambaran umum pada suatu kali, dan
memberi gambaran secara rinci di kali yang lain.
Al-Q
ur'an juga menawarkan penyelesaian terhadap berbagai persoalan dengan jelas dan rinci, sehingga bangsa mana pun yang mau mengambilnya sebagai landasan hidup, niscaya ia akan memperoleh apa yang diinginkannya.
ur'an juga menawarkan penyelesaian terhadap berbagai persoalan dengan jelas dan rinci, sehingga bangsa mana pun yang mau mengambilnya sebagai landasan hidup, niscaya ia akan memperoleh apa yang diinginkannya.
Islam dan Cita-cita
Umat yang tengah bangkit membutuhkan
cita-cita yang luhur. Al-Qur'an telah menyodorkan jawaban untuk memenuhi
tuntutan cita-cita itu, dengan suatu metodologi yang mampu mengubah umat yang
jumud menjadi dinamis, penuh semangat untuk meraih cita-cita, dan memiliki
tekad yang kuat untuk membangun dirinya.
Cukuplah sebagai bukti bagi kalian, bahwa
Islam menjadikan sifat putus asa itu sebagai jalan menuju kekufuran dan
termasuk salah satu fenomena kesesatan.
Sedangkan umat yang paling lemah saja,
kedudukannya di sisi Allah adalah seperti difirmankan-Nya dalam Al-Qur'an,
"Dan Kami hendak memberi karunia
kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka
pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi." (Al-Qashash: 5)
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang
Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar)
mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu Kami
pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapatkan pelajaran)." (Ali
Imram 139-140)
"Dia-lah yang mengeluarkan
orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat
pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar,
dan mereka yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka
dari (siksaan) Allah maka Allah
mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak disangka-sangka Dan
Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka, mereka memusnahkan
rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang
beriman. Maka ambillah (kejadian itu) sebagai pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan." (Al-Hasyr: 2)
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: 'Kapankah datangnya
pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat." (Al-Baqarah: 214)
Umat yang paling lemah sekalipun -jika
mendengar janji-janji Allah di ayat-ayat tersebut dan membaca kisah-kisahnya
yang faktual dan realistis- mestinya harus bangkit menjadi umat yang terkuat,
baik iman maupun ruhaninya.
Tidakkah engkau rasakan, pada cita-cica
agung tersebut terdapat suatu kekuatan yang membangkitkan semangat untuk bertahan
menghadapi berbagai kesulitan, betapa pun beratnya. Kekuatan yang membuat kita
siap bergumul dengan berbagai peristiwa betapa pun dahsyatnya, sampai kita
mendapatkan kemenangan yang gilang-gemilang.
Islam dan Kebangsaan
Umat yang tengah bangkit membutuhkan rasa
bangga terhadap bangsanya; bangga sebagai umat yang utama dan mulia, yang
memiliki berbagai keistimewaan dan perjalanan sejarah nan indah, sehingga
kebanggaan ini akan tertanam pula dalam jiwa generasi penerusnya. Dengan
kebanggan itu, mereka siap mempertahankan kehormatan bangsanya serta siap
menebusnya meski dengan mengalirkan darah dan mengorbankan nyawa. Mereka siap
berkarya nyata demi kejayaan tanah airnya, mempertahankan kehormatannya, serta
menciptakan kebahagiaan masyarakatnya.
Doktrin "rasa bangga" terhadap
bangsa yang seperti ini -dengan keadilan, keutamaan, dan kelembutan perasaannya
tidak kita dapatkan pada ideologi mana pun kecuali dalam Islam yang hanif ini.
Kita (umat Islam) adalah bangsa yang mengetahui secara persis bahwa kehormatan
dan kemuliaan kita disakralkan Allah melalui ilmu-Nya dan diabadikan dalam
Al-Qur'an dengan firman-Nya,
"Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'rut, mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah" (Ali Imran: 110)
"Dan demikian pula Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi
(perbuatan) kamu." (Al-Baqarah: 143)
"Dan bagi Allah-lah kehormatan, bagi
rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman." (Al-Munafiqun: 8)
Oleh karena itu, mestinya kita pula yang
paling pantas untuk mempersembahkan pengorbanan -dengan dunia dan seisinya
dalam rangka mempertahankan kehormatan yang Rabani ini.
Sebenarnya, bangsa-bangsa modern zaman ini
telah pula berhasil menanamkan doktrin semacam ini kepada jiwa para pemuda,
para tokoh, dan anggota masyarakatnya. Kita telah mendengar kumandang slogan,
"Jerman di atas segalanya", atau
"Italia di atas semua", atau "Wahai Inggris, pimpinlah
kami."
Namun ada perbedaan yang menyolok antara
masyarakat yang terpola oleh nilai-nilai Islam dengan masyarakat yang didoktrin
oleh slogan-slogan seperti ini, yakni rasa kebangsaan orang muslim merupakan
perasaan yang melambung tinggi sehingga menyatu dengan Allah swt. Akan halnya
rasa kebangsaan mereka, dia hanya sampai pada batas doktrin tersebut. Lebih
dari itu Islam memberikan batasan bagi tujuan diciptakannya perasaan ini,
sehingga mendorong kuatnya komitmen padanya dan menjelaskan bahwa ia bukan
fanatisme buta atau kebanggaan yang semu. Ia adalah rasa bangga sebagai
pemimpin dan pemandu dunia menuju kehidupan yang baik dan sejahtera.
Karenanya Allah swt. berfirman,
"Kalian menegakkan amar ma'ruf,
mencegah kemunkaran, dan beriman kepada Allah." (Ali Imran: 110)
Ayat ini mengandung maksud: dukungan kita
terhadap keutamaan, pernyataan perang terhadap setiap kehinaan, penghormatan
terhadap nilai-nilai yang luhur, serta komitmen untuk selalu melakukan kontrol
atas setiap aktivitas.
Karena itu, jiwa kepemimpinan bangsa
muslim terdahulu berhasil menciptakan sikap adil dan kasih sayang yang sempurna
dan paling ideal, yang pernah dilahirkan oleh sebuah umat.
Adapun prinsip-prinsip kepemimpinan yang
tertanam di jiwa bangsa-bangsa Barat, ia tidak memiliki batasan tujuan yang
jelas kecuali fanatisme yang rancu. oleh karenanya, kebanggaan mereka justru
membangkitkan sikap permusuhan dari bangsa-bangsa lain yang lemah.
Islam telah menggariskan hal terbaik dalam
urusan ini. Ia ingin menanamkan nilai luhur di dada putra-putranya dan
menjauhkan mereka dari doktrin-doktrin negatif yang melampaui batas.
Islam telah memperluas batasan "tanah
air lslam", dan mewasiatkan kepada putra-putranya agar berkarya demi
kebaikannya serta siap berkorban demi mempertahankan kemerdekaan dan
kehormatannya.
Tanah air dalam pengertian Islam
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
Pertama, wilayah geografis secara khusus.
Kedua, meluas ke berbagai negeri Islam, karena bagi
setiap muslim negeri-negeri itu adalah tanah air dan kampung halamannya.
Ketiga, melebar ke berbagai bekas wilayah daulah
Islamiyah, yang pernah diperjuangkan dengan darah dan nyawa para pendahulu
sehingga berhasil menegakkan panji-panji ilahiyah di sana. Peninggalan
sejarah masih mencatat kejayaan dan kegemilangan yang pernah mereka raih pada
masa lalu, sehingga setiap muslim akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan
mahkamah ilahi tentang wilayah-wilayah ini, mengapa tidak ada perjuangan untuk
mengembalikannya.
Keempat, meluas ke berbagai negeri kaum muslimin
sehingga mencakup dunia seluruhnya. Tidakkah kalian dengar ketika Allah swt.
berfirman,
"Dan perangilah mereka,
supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah. Jika
mereka berhenti (dari kekafiran) maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang
mereka kerjakan." (Al-Anfal: 39)
Dengan demikian, Islam
memadukan antara perasaan cinta tanah air secara khusus dan cinta tanah air
secara umum, dengan segala puncak kebaikannya demi mewujudkan kesejahteraan
umat manusia.
"Wahai manusia, sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal." (Al-Hujurat: 13)
Islam dan jiwa Keprajuritan
Umat yang tengah bangkit pasti membutuhkan
kekuatan yang besar, dan jiwa keprajuritan putra-putranya.
Apalagi di masa sekarang, di mana tidak
ada sesuatu pun yang dapat menjamin tegaknya perdamaian kecuali kesiapan untuk
berperang. Bahkan, masyarakat telah begitu akrab dengan slogan "kekuatan
adalah cara yang paling menjamin tegaknya kebenaran. "
Islam tidak mengabaikan hal ini, bahkan ia
dijadikan sebagai sebuah kewajiban di antara kewajiban-kewajiban yang lain,
Islam tidak memberi jarak sedikit pun antara kekuatan di satu sisi, dengan
shalat dan puasa di sisi yang lain. Bahkan, di dunia ini tiada satu pun sistem
ideologi yang memiliki perhatian demikian besar terhadap kekuatan -baik pada
masa lalu maupun sekarang sebagaimana yang dimiliki oleh sistem Islam, yang
tertuang dalam Al-Qur'an Al-Karim, Hadits Rasulullah saw., dan sejarah
kehidupannya.
Anda dapat melihat hal ini demikian jelas
dalam firman Allah swt.,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu..." (Al-Anfal: 60)
"Diwajibkan atas kamu berperang,
padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu
padahal ia amat buruk bagimu..." (Al-Baqarah: 216)
Bahkan Anda dapat melihat semangat juang
yang tertuang dalam sebuah kitab suci, yang dibaca di kala shalat, berdzikir,
beribadah, dan bermunajat kepada Allah swt.
Allah swt. berfirman,
"Karena itu hendaklah orang-orang
yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan
Allah..." (An-Nisa': 74)
Allah kemudian menjelaskan pahalanya
dengan penjelasan sebagai berikut,
"Barangsiapa yang berperang di jalan
Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan
kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa: 74)
Pada ayat Selanjutnya terdapat seruan yang
amat menyentuh kalbu dan jiwa kita untuk turut menyelamatkan bangsa dan tanah
air.
"Mengapa kamu tidak mau berperang di
jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita
maupun anak-anak yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini
(Mekkah) yang zhalim penduduknya dan berilah kami pelindung dan penolong dari
sisi-Mu."' (An-Nisa': 75)
Setelah itu, Allah swt. menjelaskan kepada
putra-putra Islam tentang keagungan tujuan hidup mereka dan kehinaan tujuan
hidup musuh-musuhnya. Hal itu sebagai penegasan kepada mereka bahwa untuk
memperoleh barang yang mahal nilainya -yakni ridha Allah- mereka harus membayar
dengan harga yang mahal pula berupa kehidupan itu sendiri. Sementara
musuh-musuh mereka berperang tanpa memiliki tujuan yang jelas. Mereka
orang-orang yang berjiwa sangat kerdil dan bernurani sangat rapuh. Hal ini
ditegaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya,
"Orang-orang yang beriman
berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan
thaghut. Oleh karena itu, perangilah kawan-kawan syetan itu, karena
sesunggahnya tipu daya syetan adalah lemah." (An-Nisa': 76)
Allah swt. kemudian mencela
orang-orang yang menghindar dari kewajiban dan lebih suka mengerjakan
tugas-tugas ringan dengan meninggalkan tugas-tugas yang: memerlukan jiwa
kepahlawanan. Allah menjelaskan kekeliruan sikap mereka dan menegaskan bahwa
terjun di medan laga itu tidak akan merugikan dirinya sedikit pun. Bahkan,
sikap mundur itu tidak menguntungkan mereka sama sekali, karena kematian selalu
mengintai di belakang mereka kapan pun dan di mana pun.
Pada ayat berikutnya Allah
swt. berfirman,
"Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang dikatakan kepada mereka, 'Tahan lah tanganmu (dari berperang),
dirikanlah shalat. Dan tunaikan zakat.'Setelah diwajibkan kepada mereka
berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada
manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih dari itu, Mereka
berkata, Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang)
kepada kami sampai beberapa waktu lagi? 'Katakanlah, 'Kesenangan di dunia ini
hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa, dan
kamu tidak akan dianiaya sedikit pun. Di mana saja kamu berada, kematian akan
mendapatkan kamu, walaupun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi
kokoh..." (An-Nisa: 77-78)
Demi Allah, tiada doktrin
kemiliteran macam apa pun yang dapat menandingi kekuatan dan kejelasannya, yang
sesuai dengan impian setiap panglima di medan perang, baik menyangkut
keyakinan, tekad, maupun harga dirinya.
Jika dua pilar besar dalam
sistem militer adalah nizham (aturan) dan ketaatan, maka Allah swt. (pada dua
ayat di atas) telah memadukannya secara serasi. Kemudian Allah swt. berfirman,
"Sesungguhnya, Allah
menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang teratur." (Ash-Shaf: 4)
"Taat dan mengucapkan
perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka) apabila telah tetap
perintah perang." (Muhammad: 21)
Jika Anda membaca dalam ajaran
Islam mengenai anjuran menyiapkan bekal, meningkatkan kekuatan, berlatih
menunggang kuda dan melempar, menjunjung tinggi para syuhada, melipat gandakan
pahala jihad dan pahala orang yang mendanainya, pahala orang yang menanggung
keluarga mujahid, dan sebagainya, maka akan anda dapatkan penjelasan yang tak
terhitung banyaknya, baik pada ayat-ayat Al-Qur'an, hadits-hadits, dan sirah
Rasulullah saw., serta penjelasan para fuqaha dalam kitab-kitab fiqih.
"Rahmat dan ilmu-Mu
meliputi segala sesuatu." (Al-Mu'min: 7)
Bangsa-bangsa modern di zaman
ini memiliki perhatian yang besar terhadap persoalan ini, bahkan mereka pun
membangun rezimnya di atas pondasi ini. Kita lihat bahwa akar-akar Fasisme
Musolini, Nazi Hitler, maupun Komunisme Stalin adalah militer murni. Akan
tetapi terdapat perbedaan yang menyolok antara militer mereka dengan militer Islam.
Islam adalah ajaran yang
mengagungkan kekuatan. Namun demikian ia lebih cenderung kepada perdamaian.
Allah pun berfirman setelah berbicara mengenai kekuatan,
"Dan jika mereka
cenderung kepada perdamaian, maka cenderunglah kamu kepadanya dan bertawakallah
kepada Allah..." (Al-Anfal: 61)
Ia pulalah yang memberikan
batasan nilai kemenangan dan fenomena riilnya dalam firman-Nya,
"...Sesungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya, Allah benar-benar
Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allahlah kembali segala sesuatu." (Al-Hajj: 41)
Bahkan, Allah juga meletakkan
dasar undang-undang darurat perang sebagaimana dalam firman-Nya,
"Dan jika kamu mengetahui
penghianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada
mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat khianat." (Al-Anfal: 58)
Di samping itu, kita juga
mendapatkan sabda Rasulullah saw. dan ucapan para khalifah setelah beliau,
tatkala mengirim pasukan selalu disertai dengan wasiat yang sarat dengan pesan
kasih sayang dan perdamaian. Rasulullah saw. bersabda,
"Janganlah engkau
melanggar janji, melampaui batas, mencincang musuh, membunuh perempuan,
anak-anak, membunuh orang-orang yang sudah tua, memotong pohon yang sedang
berbuah, dan menyengsarakan orang yang terluka. Di medan perang engkau akan
menjumpai para rahib yang sedang beribadah di rumah-rumah ibadah mereka, maka
tinggalkanlah mereka itu dan biarkanlah mereka dengan kesibukannya."
Di samping itu, kedudukan
militer di dalam Islam adalah sebagai polisi keadilan serta penegak
undang-undang dan hukum. Adapun militer Eropa yang ada sekarang, semua orang
mengetahuinya, dia adalah pasukan bar-bar yang zhalim dan tentara yang hanya
berpikir untuk keselamatan dirinya. Kalian dapat membandingkan, mana yang lebih
utama di antara keduanya?
Islam dan Kesehatan Secara Umum
Setelah kita sadari bahwa
bangsa yang tengah bangkit sangat membutuhkan jiwa keprajuritan yang tinggi,
maka ketahuilah bahwa salah satu dari pilar-pilar yang menyangga jiwa
keprajuritan tersebut adalah sehat dan kuatnya jasmani.
Al-Qur'an telah memberi
isyarat yang jelas menyangkut masalah ini tatkala mengisahkan suatu umat yang
sedang berjihad, yang siap bangkit menanggung segenap beban, dan menghadang
berbagai rintangan untuk merebut kemerdekaan, kebebasan, dan membangun
bangsanya. Oleh karena itu Allah swt, memilih untuknya seorang pemimpin yang
memiliki kekuatan pikir dan keperkasaan fisik.
Allah menjadikan kekuatan
fisik sebagai salah satu pilar utama untuk menegakkan kebangkitan dengan
segenap bebannya.
Kisah tersebut merupakan kisah
Bani Israel tatkala dianugerahi seorang pemimpin bernama Thalut, dalam
firman-Nya,
"Sesungguhnya Allah telah
memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa..." (Al-Baqarah: 247)
Rasulullah saw. telah
menjelaskan hal yang berkaitan dengan persoalan kesehatan fisik ini dalam
beberapa haditsnya. Beliau menganjurkan kepada orang-orang beriman untuk
menjaga kekuatan tubuhnya, sebagaimana mereka memelihara kekuatan ruhaninya.
Pada sebuah hadits shahih, beliau saw. bersabda,
"Mukmin yang kuat itu
lebih baik daripada mukmin yang lemah”.
"Sesungguhnya, pada
tubuhmu ada hak yang harus kamu penuhi."
Beliau juga telah menjelaskan
kepada umatnya mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kesehatan secara umum,
khususnya tentang sikap prepentif yang merupakan langkah paling utama dalam
tinjauan medis.
Rasulullah saw. bersabda,
"Kami adalah kaum yang
tidak makan kecuali jika telah merasa lapar, dan jika kami makan tidak sampai
kekenyangan."
Beliau juga menganjurkan supaya
hati-hati jika minum air. Dalam sebuah hadits disebutkan,
"Rasulullah saw.
senantiasa memilih air yang baik untuk diminum."
Rasulullah saw. melarang
umatnya membuang air seni dan kotoran (tinja) di air yang diam (tidak
mengalir). Beliau juga mengumumkan isolasi terhadap suatu daerah yang terserang
wabah, agar penduduknya tidak meninggalkan tempat dan tidak pula memasukkan
orang luar ke dalamnya. Beliau juga mengingatkan kepada umatnya akan berbagai
penyakit menular, dan meminta supaya menyingkir dari penyakit lepra oleh karena
itu Rasulullah saw. menganjurkan kepada umatnya agar banyak berolah raga
seperti melempar, berenang, jogging (lari-lari), maupun latihan perang.
Sungguh, perhatian Rasulullah
saw. terhadap persoalan ini amat besar sehingga beliau bersabda,
"Barangsiapa yang telah
memiliki keahlian melempar kemudian melupakannya, maka ia bukan
golonganku."
Oleh karena itu pula, beliau
melarang dengan keras sikap berlebihan dalam urusan ibadah sampai menelantarkan
kesehatan tubuhnya dengan alasan taqarub (mendekatkan diri)
kepada Allah swt.
Beliau menganjurkan kepada
umatnya agar memiliki sifat tawazun (proporsional). Semua ini
menjadi bukti bagi kita bahwa Islam adalah ajaran yang memberikan perhatian
besar terhadap kesehatan umat secara umum, mendorong mereka supaya menjaganya,
dan melapangkan dada mereka agar siap bekerja bagi kebaikan dan kebahagiaannya
dalam masalah yang penting ini.
Islam dan ilmu
Sebagaimana umat ini
membutuhkan kekuatan, ia juga membutuhkan ilmu pengetahuan yang dapat menopang
kekuatan Islam tersebut dan mengarahkannya pada tujuan yang utama mendorong
sepenuhnya berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian dan penyusunan karya
ilmiah. Islam sama sekali tidak abai terhadap ilmu pengetahuan, bahkan
menjadikan aktivitas ilmiah sebagai salah satu kewajiban diantara
kewajiban-kewajiban yang lain.
Sebagai bukti, cukuplah
kutipan awal dari firman Allah berikut,
"Bacalah, dengan menyebut
nama Tuhanmu yang menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah; Bacalah, Tuhanmulah yang paling Pemurah; yang mengajarkan (manusia)
dengan perantaraan kalam; Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Al-'Alaq: 1-5)
Pada perang Badar, Rasulullah
saw. meminta tebusan bagi Pembebasan tawanan orang-orang musyrik dengan cara satu tawanan diminta mengajari
baca-tulis kepada sepuluh anak-anak Islam, dalam rangka menghapuskan buta huruf
di kalangan umat Islam kala itu.
Allah tidak pernah menyamakan
antara orang-orang yang berilmu dengan para juhala (orang bodoh),
sebagaimana tersurat dalam firman-Nya,
"Katakanlah, 'Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? 'Sesungguhnya,
orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar: 9)
Bahkan Islam Menimbang setara
antara tinta para ulama dengan darah para syuhada, dan saling mengikat dengan
kuat antara ilmu dan kekuatan pada dua ayat berikut,
"Tidak sepatutnya
orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya? Hai
orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang disekitar kamu itu,
dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu. Dan ketahuilah, bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. " (At-Taubah: 122-123)
Al-Qur'an juga tidak
membedakan antara ilmu pengetahuan (umum) dengan ilmu agama, bahkan mewasiati
kita supaya meraih keduanya, Allah swt. menuturkan firman-Nya yang berkenaan
dengan alam pada satu ayat, lalu menganjurkan untuk menguasainya dan menjadikan
pengetahuan atasnya sebagai jalan menuju ma'rifah dan khasyatullah
(takut kepada Allah).
"Tidakkah kamu melihat
bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit..."
Ini isyarat mengenai bentangan
kosmos dan pertautan erat antara langit dan bumi. Lalu dalam firman-Nya,
"...Lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya..."
Di sini ada isyarat mengenai
pengetahuan dunia tumbuh-tumbuhan dengan keunikan, keajaiban, dan unsur
kimiawinya.
"Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah
yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam pekat." (Fathir: 27)
Pada ayat di atas ada isyarat pengetahuan mengenai geologi dan
lapisan-lapisan bumi serta rotasinya. Lalu disambung dengan ayat berikutnya,
"Dan demikian pula di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya)."
Pada ayat tersebut ada isyarat pengetahuan mengenai biologi dan ilmu
hewan dengan segala cakupannya; termasuk manusia, serangga, dan binatang.
Nah, apakah kalian mendapati ayat-ayat ini mengabaikan pengetahuan alam?
Lalu Al-Qur'an menutup uraian tersebut dengan firman Allah,
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara para hamba-Nya
hanyalah ulama." (Fathir: 28)
Tidakkah kalian melihat untaian ayat-ayat Al-Qur'an yang ajaib itu, bahwa
Allah swt. mendorong dan memerintahkan manusia agar melakukan studi terhadap
alam? Allah swt. menjuluki orangorang yang pengetahuannya mendalam terhadapnya
sebagai ahli ma'rifat dan ahli khasyah (orang-orang
takut kepada-Nya).
Semoga Allah meningkatkan Pengetahuan kaum muslimin terhadap agamanya.
Islam dan
Akhlak
Umat
yang tengah bangkit paling membutuhkan akhlak yang mulia, jiwa yang besar, dan
cita-cita yang tinggi. Hal ini karena umat tersebut akan menghadapi berbagai
tuntutan dari sebuah masyarakat baru. Suatu tuntutan yang tidak mungkin
dipenuhi kecuali dengan kesempurnaan akhlak dan ketulusan jiwa, yang lahir dari
iman yang menghunjam dalam dada, komitmen yang menancap kuat di dalam hati,
pengorbanan yang besar, dan mental yang tahan uji. Hanya Islamlah yang mampu
mencetak kepribadian serupa itu, dan ia pula yang menjadikan kebersihan dan
kesucian jiwa sebagai pondasi bagi bangunan kejayaan umat. Allah swt.
berfirman,
"Sungguh,
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sungguh merugilah orang yang
mongotorinya." (Asy-Syams: 9-10)
Islam
menggantungkan perubahan urusan umat ini kepada perubahan akhlak dan kebersihan
jiwanya. Sebagaimana Allah swt. berfrman,
"Sesungguhnya,
Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada mereka sendiri," (Ar-Ra'd: 11)
Anda
pasti mendengar ayat Al-Qur'an yang sangat berkesan mengenai kosa kata
"akhlak mulia", maka Anda akan mendapati kekuatan yang terpancar dari
kesucian dan kesiapan jiwa.
Umpamanya
mengenai kesetiaan (wafa), Allah swt. berfirman,
"Di
antara orang-orang mukmin itu ada orang yang setia kepada apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak merobah
(janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada arang-orang yang benar itu
karena kebenarannya." (Al-Ahzab: 23-24)
Mengenai
pengorbanan, kesabaran, ketahanan, dan kemampuan mengatasi berbagai persoalan
pelik, Allah swt. berfirman,
"Yang
demikian itu adalah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan
kelaparan pada jalan Allah dan tidak pula menginjak suatu tempat yang
membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana
kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi meraka dengan yang demikian itu
suatu amal shalih. Sesungguhnya, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang berbuat baik. Dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan
tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan
bagi mereka (amal saleh pula), karena Allah akan memberi balasan kepada mereka
(dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(At-Taubah: 120-121)
Sesungguhnya,
tidak ada ajaran yang setara dengan ajaran Islam. Ia adalah sebuah ajaran yang
dapat membangunkan hati, menghidupkan perasaan, dan menegakkan kontrol diri
dengan sebaik-baik kontrol. Tanpa kehadirannya tidak mungkin ada sebuah
undang-undang yang tertata dari masalah yang global hingga masalah yang paling
detail.
Islam dan
Ekonomi
Umat
yang tengah bangkit juga sangat membutuhkan penanganan atas urusan ekonominya,
karena ia merupakan persoalan paling penting di masa kini. Islam sama sekali
tidak mengesampingkan masalah ini, bahkan ia telah meletakkan kaidah dasar dan
konsep-konsepnya secara jelas dan tuntas. Kalian dapat mendengarkan firman Allah
swt. mengenai bagaimana Islam mengajarkan kepada kita untuk menjaga. harta,
menjelaskan nilainya, serta mengingatkan kewajiban kita untuk memperhatikannya.
Allah swt. berfirman,
"Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.,." (An-Nisa': 5)
Allah
swt. berfirman mengenai keseimbangan antara infaq dan penghasilan,
"Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya, yang karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal." (Al-Isra': 29)
Dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda,
"Tidak
miskin orang yang hemat."
Sebagaimana
harta itu memberi manfaat kepada pribadi, demikian pula ia memberi manfaat
kepada umat. Sabda Rasul saw,
"Sebaik-baik
harta adalah harta yang ada pada orang shalih"
Sistem
ekonomi yang baik -apapun namanya dan dari mana pun sumbernya- akan dapat
diterima oleh Islam. Umat pun akan didorong untuk mendukungnya, meskipun kitab
fiqih sendiri telah sarat dengan hukum-hukum ekonomi berikut rincian
penjelasannya, sehingga tidak perlu lagi tambahan dari konsep ekonomi yang
lain.
Akhirnya,
ketahuilah bahwa jika suatu umat telah dapat memenuhi seluruh pilar ini;
cita-cita, cinta tanah air, ilmu pengetahuan, kekuatan, kesehatan, dan ekonomi,
maka tidak dapat diragukan lagi bahwa inilah umat terbaik itu, dan masa depan
ada di tangannya. Apalagi jika -di samping itu- ia bersih dari sifat egois,
permusuhan, dan sifat-silat melampaui balas lainnya, niscaya lahirlah dari sana
kebaikan yang akan menghiasi dunia seluruhnya. Sesungguhnya Islam telah
menjamin tegaknya semua itu sehingga tidak ada alasan bagi suatu bangsa yang
ingin bangkit untuk menolak konsep Islam ini, apalagi berpaling dari jalannya.
Sistem Islam
Secara Umum
Pembicaraan
di atas hanyalah sebagian kecil saja dari aspek-aspek ideal yang ada dalam
sistem Islam, khususnya yang terkait dengan masalah kebangkitan umat, karena
kita memang tengah menghadapi zaman kebangkitan.
Adapun
jika kita ingin membahas seluruh aspek ideal dalam sistem Islam, maka
membutuhkan pembicaraan panjang dan butuh berjilid-jilid buku untuk
menuliskannya. Oleh karena itu cukuplah bagi kita sebuah kalimat global, bahwa
sistem Islam yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, keluarga, bangsa -baik pemerintah
maupun rakyatnya-, serta hubungan antar bangsa telah merangkum berbagai sisi
penghayatan, kecermatan, kejelasan, serta pengutamaan maslahat. Ia adalah
sistem yang paling mendatangkan manfaat dan paling sempurna, yang pernah
dikenal oleh umat manusia, sejak dahulu hingga sekarang.
Pernyataan
ini telah dibuktikan kebenarannya oleh sejarah, dan dikuatkan dengan riset yang
mendalam oleh para peneliti dalam berbagai sisi kehidupan.
Pernyataan
semacam ini dahulu terasa ekslusif, namun kini sudah sangat populer dan
dinyatakan oleh setiap cendekiawan yang jujur. Para peneliti -setiap melakukan
risetnya- senantiasa menyingkap sesuatu yang ajaib dalam sistem abadi ini, yang
tidak pernah terlintas di benak mereka sebelumnya. Mahabenar Allah tatkala
berfirman,
"Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu
adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu?" (Fushilat: 53)
*Diambil dari Majmuu’atur Rasail, Syaikh Hasan Al Banna.
0 komentar:
Posting Komentar