17.00.00 -
OPINI
No comments
Pluralisme Agama di Indonesia
Pluralism |
Isu pluralisme di Indonesia diangkat pertama kali pada tahun 2005
ketika MUI mengeluarkan fatwanya bahwa “Sekulerisme, Pluralisme, dan
Liberalisme” adalah bertentangan dengan Islam dan haram bagi umat Islam untuk
menggunakan faham ini. Inilah yang menghebohkan masyarakat di Indonesia, bahkan
hingga luar negeri.
Jika melihat kondisi di Indonesia sendiri fatwa ini memang menuai
pembicaraan, khususnya dikalangan umat Islam sendiri. Banyak yang pro, tapi
juga tidak sedikit yang kontra atas ini. Sebagian memang belum faham atas faham
ini. Menilik reaksi bagi semua agama menanggapi faham ini, umat Islam telah
didahului umat Katholik dalam pembahasan pluralisme agama. Contoh saja pada
tahun 1989 Penerbit Katholik Kanisius telah menerbitkan sebuah buku yang
mengkonter atas faham ini, yakni Problematika Pluralisme dalam Agama Katholik.
Di Protestan sendiri juga menerbitkan buku yang tebal dengan judul Theologia
Abu-abu.
Sebenarnya semua agama menolak faham ini karena faham ini mengajak
setiap agama meninggalkan klaim kebenaran mutlak dalam agama masing-masing.
Secara logis, ini sangat berbahaya dalam keyakinan setiap agama karena dalam
kalimat lain setiap agama tidak yakin akan kebenaran agamanya sendiri. Jika pun
semua agama benar, adalah suatu yang sangat bertentangan dalam agama
masing-masing. Tidak mungkin.
Pluralisme agama intinya bertolak pada teori bahwa kerukunan agama
akan tercapai jika umat beragama melepas klaim kebenaran agama masing-masing
sebab jika umat beragama meyakini kebenaran masing-masing maka mereka akan
menyalahkan umat beragama yang lain. Sehingga jika menyalahkan yang lain maka
akan menimbulkan konflik. Sehingga jika menyalahkan yang lain maka akan terjadi
perang. Nah sehingga untuk untuk membangun kerukunan antar umat beragama,
setiap agama harus melepaskan serut klaim kebenaran agama masing-masing.
Makanya untuk membendung arus pemikiran ini, pada tahun 2000 Vatikan
yang dipimpin Paus Yohanes Paulus II dengan tegas mengeluarkan dekrit Dominus
Jesus yang berisi bahwa pluralisme agama bertentangan dengan ajaran Katholik
dan ditegaskan satu-satunya keselamatan adalah dengan melalui Yesus (dalam hal
ini Katholik). Bahkan pada dua tahun sebelum dekrit itu keluar yakni pada tahun
1998 Vatikan memecat seorang profesor theolog Katholik yang menyebarkan faham
ini dengan menulis buku tentang dukungan
atas pluralisme agama ini. Di Hindu Indonesia sendiri pun menolak, melalui buku
terbitan Indonesia yang berjudul Semua Agama Tidak Sama, yang lagi-lagi untuk
menanggulangi arus pemikiran ini.
Selama ini di Indonesia kerukunan agama dibangun bukan dengan
menghancurkan keyakinan agama-agama akan tetapi dibangun melalui tataran sosial
yang pluralitas, majemuk. Yang masing-masing saling menghormati keyakianan
masing-masing dan menjaga kerukunan. Akan tetapi Pluralisme agama tidak. Sering
masyarakat tertipu dengan arus pemikiran ini yang memberi jargon-jargon pluralisme
yang katanya ingin membangun kerukunan antar umat beragama. Benar, Islam setuju
membangun kerukunan-kerukunan itu bahkan agama-agama lain pun setuju. Tapi
kalau jika harus melepas keyakinan agama masing-masing tentu akan keberatan
karena setiap agama masing-masing punya keyakinan yang berbeda-beda. Contoh
saja Islam meyakini bahwa Yesus tidak mati ditiang salib akan tetapi Kristen
tidak, umat Kristen meyakini bahwa Yesus mati ditiang Salib. Hal ini tidak bisa
dipaksakan dengan masing-masing kedua agama. Yang ada seharusnya masing-masing
saling toleransi “Bagiku Agamaku , Bagimu Agamamu”.
Jadi, faham pluralisme agama ini adalah tantangan bagi semua agama
untuk melindungi keyakinan semua agama tersebut. Kadangkalanya banyak
masyarakat terkecoh seakan-akan yang menolak faham ini hanya umat Islam,
hanyalah MUI. Sehingga dalam kemunculannya banyak juga yang mengatakan bahwa
MUI itu salah, MUI keliru, salah pengertian, bodoh, bahkan tolol. Akan tetapi
tidak. Semua agama menolak faham pluralisme ini. sehingga penting dalam
menjelaskan faham pluralisme agama ini.
Bahwa “Semua agama di Indonesia menolak faham pluralisme .”
0 komentar:
Posting Komentar