06.01.00 -
KAJIAN
No comments
Kerudung dalam Tradisi Yahudi dan Kristen
Menarik sekali statemen Menteri Dalam Negeri Italia Giulliano Amato,
beberapa waktu lalu menjawab tuntutan dari kelompok ekstrim sekuler di Italia
yang menginginkan agar dikeluarkannya larangan berkerudung bagi Muslimah di
Italia. Ia mengatakan demikian, “Ketika Bunda Maria senantiasa memakai
kerudung, lalu bagaimana bisa kalian berharap dari saya untuk menentang
kerudung kaum Muslimah?”
Dan Amato menambahkan, “Bunda Maria adalah ibu dari nabi kita Isa al-Masih
dan senantiasa memakai kerudung. Bila demikian kenyataannya, bagaimana mungkin
saya menyetujui pelarangan kerudung di negara ini.”
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai
kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum
Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai
kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana pandangan kedua
agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor
Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in
Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian
keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus
menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja. Dalam
bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno
yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan
keluar tanpa penutup kepala” dan “Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut
istrinya terlihat,” dan “Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk
berdandan membawa kemelaratan.”
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada
wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup
dianggap “telanjang.” Dr Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic,
wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap
kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak
empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang
dimiliki wanita yang mengenakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan
keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak
diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup
kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga
mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi
yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi
sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan.
Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakaian biarawati adalah jilbab, pakaian
panjang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup
leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke
atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis.
Kerudung panjang menutup dada berubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan
leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau berkerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel
yang sudah ada sejak zaman sebelum Nabi Muhammad Saw.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan
kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan
yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa
kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang
kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya “On
The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau mengenakan
kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di
dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya
juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang
memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974,
hal 272).
Oleh: Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center
0 komentar:
Posting Komentar